Saturday, August 29, 2015

Mengapa Parpol Baru?


"Future generations are not going to ask us what political party were you in. They are going to ask what did you do about it, when you knew the glaciers were melting."
- Martin Sheen

Belakangan ini muncul beberapa partai politik baru, di antaranya Partai Solidaritas Indonesia, Partai Persatuan Indonesia, Partai Damai dan Aman, serta Partai Priboemi. Mengapa hasrat mendirikan parpol tetap menyala setelah satu setengah dekade Reformasi 1998? Bagaimana prospek sekaligus tantangan yang mereka hadapi?

Yang Tertinggal, Terdepan, dan Terluar

Imam Cahyono

Apakah desa kami masih menjadi bagian dari NKRI?” tanya seorang pemuda Pulau Wetar, Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya. Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, rezim pemerintah silih berganti dengan segudang janji, tetapi kawasan itu tetap tertinggal dari derap pembangunan.
Sebagai gugus pulau di garis depan Nusantara, ia jadi teras NKRI. Namun, kondisinya kontras dengan tetangga, Timor Leste. Panorama alamnya indah nan eksotis, tetapi nasibnya tragis. Akses transportasi bisa dihitung dengan jari. Fasilitas dan layanan publik minim. Listrik terbatas. Sinyal seluler hanya menjangkau ibu kota kecamatan.
Lain lagi kisah warga Tiong Ohang, Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Bersama sejumlah desa lain yang terpencil dan terisolasi di tapal batas Serawak, mereka pernah mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia.

Khitah Islam Nusantara

Khitah Islam Nusantara

Akhir-akhir ini Islam Nusantara jadi wacana publik. Tak hanya di kalangan warga Nahdlatul Ulama (nahdliyin), tetapi seluruh masyarakat Indonesia ikut memperbincangkannya. 

Seolah-olah ada anggapan bahwa Islam Nusantara adalah hal baru. Hal ini wajar karena Nahdlatul Ulama (NU) adalah ormas terbesar bangsa ini. Jika terjadi perubahan di dalam organisasi ini, pengaruhnya segera dirasakan oleh seluruh negeri. Karena itu, bentuk apresiasi publik seperti ini sangatlah positif, baik bagi NU maupun bagi negeri ini.

Sebagai tema Muktamar NU 2015 di Jombang yang digelar beberapa waktu lalu, Islam Nusantara memang baru dideklarasikan. Namun, sebagai pemikiran, gerakan, dan tindakan, Islam Nusantara bukanlah hal baru bagi kita. Islam Nusantara adalah Islam Ahlussunnah Waljamaah al-Nadliyyah. Mengapa di sini perlu penyifatan al-Nahdliyyah? Jawabnya adalah karena banyak kalangan lain di luar NU yang juga mengklaim sebagai pengikut Ahlussunnah Waljamaah (disingkat Aswaja), tetapi memiliki cara pikir, gerakan, dan amalan yang berbeda dengan NU.