Saturday, November 21, 2015

Fokus Pengurangan Kemiskinan

HARYONO SUYONO
Dalam suatu paparan menarik beberapa waktu lalu, Bappenas melihat bahwa upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia belum efektif dan optimal dalam pelaksanaan program dan kegiatannya.
Hal itu antara lain disebabkan tak tepatnya sasaran, tak adanya keterpaduan lokasi, waktu, dan lemahnya koordinasi antarprogram dan kegiatan antara pemerintah pusat dan daerah. Koordinasi dianggap belum seluruhnya selaras. Juga diakui masih ada marjinalisasi pada penerima program penanggulangan kemiskinan
Bappenas pun mengakui masih ada ketimpangan pemahaman terhadap kebijakan makro dalam melihat upaya pengentasan kemiskinan antara pusat dan daerah. Di samping itu, pada tiap daerah terdapat kesenjangan di antara berbagai pemegang tanggung jawab terhadap hal yang sama. Biar pun tidak seluruhnya tepat, dilihat juga oleh Bappenas, kesadaran sebagian masyarakat dalam mengakses layanan pendidikan serta kesehatan ibu dan anak masih rendah.

Peran Psikologi dalam Pembersihan Pasca-G30S

Koran sindo, edisi 21-11-2015
Pengadilan Rakyat Internasional atas Kasus 1965 yang dilangsungkan di Den Haag (10-13 November 2015) mengangkat tuntutan terhadap pertanggungjawaban pemerintah serta angkatan bersenjata di bawah Jenderal (Presiden) Suharto dan milisi yang berada di bawah kendalinya atas peristiwa yang disebut-sebut sebagai tindak kejahatan kemanusiaan pasca-Gerakan 30 September 1965 (G30S). 

Terselip di salah satu halaman pada kertas kerja dalam persidangan itu, tercantum poin peran kalangan psikolog Indonesia dalam pengklasifikasian para tahanan. Mereka yang diduga berafiliasi dengan PKI diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat loyalitas para tahanan itu pada komunisme. Mereka yang termasuk dalam kategori A dianggap memiliki keterlibatan langsung dengan PKI dan menjalani eksekusi mati. 

Involusi Pertanian dan Punahnya Petani

Involusi Pertanian dan Punahnya Petani
Kamis, 12 November 2015, 12:00 WIB
Hasil pembangunan ekonomi dapat diibaratkan sebuah kue. Jumlah total kue 100 persen dengan jumlah nilai nominal bisa berubah dari waktu ke waktu. Kue itu dikerjakan 100 persen tenaga kerja yang jumlah nominalnya juga berubah dari waktu ke waktu.

Secara makro, kue terdiri atas dua lapis: lapis pertama adalah pertanian, dan lapis kedua adalah industri. Lapis kue pertanian hasil kerja para petani, dan lapis kue industri adalah hasil kerja sektor industri.

Perubahan proporsi kue, yaitu proporsi lapis pertanian yang mengecil di satu pihak dan lapis industri yang membesar di pihak lain, yang jumlahnya 100 persen, dalam ilmu ekonomi dinamai perubahan struktur ekonomi atau transformasi struktural. Sesuai perubahan struktur itu terjadi pula perubahan struktur ketenagakerjaan: transformasi ekonomi membuat kian sedikit pekerja pertanian relatif atas pekerja industri. Pekerja pertanian masuk ke industri.

Tragedi Paris, Islam, Dan Barat

koran republika
Senin, 16 November 2015, 13:00 WIB
Di tengah-tengah upaya Eropa menangani pengungsi dari Timur Tengah, Paris diguncang aksi kekerasan yang mengerikan (13/11). Celakanya, sebagian besar pelaku diyakini berasal dari Timur Tengah.

Salah satu implikasi dari tragedi Paris adalah menguatnya sentimen negatif warga Prancis khususnya dan Eropa pada umumnya terhadap Muslim, Arab, dan Islam. Pandangan kelompok ultranasionalis yang anti-Muslim memperoleh momentum. Menurut salah satu narasumber Al-Jazeera dalam acara Ma Wara al-Khabar, retorika anti-Muslim menguat drastis di media-media sosial di Prancis dua hari terakhir. Bahkan, respons sebagian kalangan mengarah pada tindakan-tindakan keras terhadap lembaga-lembaga keislaman.

Catatan Muktamar Persis

Sabtu, 21 November 2015, 13:00 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,
AYIPUDIN
Pendiri Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis) Jakarta, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Prof DR Hamka (Uhamka) Jakarta

Persatuan Islam (Persis)
sebagai salah satu ormas Islam ketiga terbesar setelah NU dan Muham - madiyah akan mengada - kan muktamar ke-15 di Jakarta pada 21-23 November 2015.

Indonesia Antara TPP dan RCEP

KORAN REPUBLIKA Kamis, 19 November 2015, 12:00 WIB

Dalam pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama (26/10/15) di Washington, Presiden Jokowi di hadapan para wartawan mengungkapkan keinginan Indonesia bergabung dalam Pakta Perdagangan Trans-Pasifik (Trans Pacific-Partnership/TPP). Pernyataan ini ditegaskan kembali pada acara jamuan makan malam dengan kalangan bisnis dan pemangku kebijakan keesokan harinya.

Di dalam negeri, pernyataan Presiden tersebut tentu menyentak publik, mengingat sejak beberapa tahun lalu, Indonesia selalu berusaha menghindar dari setiap lobi Amerika untuk mengajak bergabung dalam TPP. Sebaliknya, Indonesia justru cenderung mendekat ke Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (RCEP) yang didorong oleh ASEAN dan enam negara mitra, yaitu Australia, Cina, India, Jepang, Korea, dan Selandia Baru.

HMI Penjaga Budaya Indonesia

KORAN SINDO Edisi 21-11-2015
Bayangkan, Indonesia adalah negara dunia ketiga yang sering sakit-sakitan. Layaknya seorang manusia ketika sakit tentu membutuhkan obat, namanya Globalisasi. 

Obat itu rasanya wajib sehingga setiap negara di dunia suka ataupun tidak suka dicekoki dengannya. Namun sejatinya, semua obat memang selalu memiliki efek samping bagi pemakainya. Francois Chaubet, seorang pakar sejarah kebudayaan internasional menyebutnya sebagai hiperkonsumerisme. Mondialisasi-globalisasi yang cepat, mempersempit ruang sehingga memaksa kita untuk berkonsumsi, meningkatkan kebutuhan, serta menyetir para warga di suatu negara dunia ketiga. 

Hiperkonsumerisme itu menuntun kita lupa akan diri. Segala cara kemudian ditempuh untuk memenuhinya. Lahirlah penyakit sistemik manusia yang paling purba, bernama pragmatis. Pragmatis ini menekankan sifat individualis, maruk, maunya selalu untung, dan instan dalam berbagai bidang. Ketika melihat sejarah, peradaban-peradaban besar senantiasa hancur dan digenosidakan— pembunuhan massal—oleh para warga dan pemimpin yang terkena penyakit pragmatis, kita bisa melihat keruntuhan Majapahit dan Sriwijaya sebagai contoh.