Rhenald Kasali (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bi
Selasa, 27/12/2016 07:11 WIB
Rhenald Kasali
Banyak prestasi yang dicapai oleh BUMN sepanjang tahun 2016, tetapi kalau kita telisik ke belakang, yang paling banyak menjadi sorotan adalah soal pembentukan holding. Dan dari enam holding sektor (pertambangan, migas, pangan, perbankan-jasa keuangan, jalan tol & kontruksi dan perumahan), hanya satu yang selalu heboh, yaitu migas. Mungkin di situ ada banyak pihak yang berkepentingan juga.
Padahal tahun 2016 Indonesia menyaksikan gegap gempita BUMN dalam pembangunan infrastruktur. Itu terjadi di Papua (381 Km), Sumatra (Medan-Binjai, Palembang-Indralaya, Bakauheni-Terbanggi besar, Pekanbaru-Dumai), sejumlah pelabuhan (yang paling menonjol adalah Kuala Tanjung yang menjorok ke Malaka dan Singapura), bendungan di NTT, serta bandara-bandara (misalnya Silangit Sumatra Utara, Belitung, Jambi, dan Labuan Bajo).
Tak ketinggalan di Jakarta dan sekitarnya. Seperti pembangunan kembali jalan layang Bekasi–Cawang Kampung Melayu yang mangkrak selama 17 tahun dan kini dikerjakan Waskita Karya. Tentu juga jalan raya Bogor-Sukabumi yang lama ditunggu pelaku ekonomi. Baru kali ini BUMN mengambil alih pembangunan yang dibiarkan mangkrak swasta.
Tercatat sejumlah kehebohan dari industri migas. Pertama, soal holding dan kedua soal Undang-undang Migas.
Dalam soal holding kita tinggal menunggu revisi PP No. 44 (2005) tentang Penyertaan Modal Negara agar payung hukum holding ini bisa segera dieksekusi. Bila akhir tahun ini PP itu sudah bisa keluar, maka inbreng saham antar-BUMN bisa menjadi opsi PMN untuk memperbaiki struktur BUMN. Maka saya berharap pada awal 2017, Kementerian BUMN setidaknya sudah mulai bisa mengeksekusi holding migas dan tambang.
Ini menjadi penting karena untuk mengejar pertumbuhan yang tinggi, industri Indonesia memerlukan pasokan energi dan bahan baku dan setengah jadi olahan tambang dalam jumlah besar. Hal itu juga sekaligus untuk mengurangi impor dari barang-barang yang bahan bakunya ada di sini.
Selain holding, Indonesia perlu segera mengeluarkan undang-undang migas yang lebih menjamin masa depan pasokan dalam negeri. Kita ketahui, pascareformasi, atas desakan IMF, peran NOC (national oil company) khususnya Pertamina terus dikecilkan.