Monday, December 21, 2015

Catatan HAM Era Jokowi


Republika Senin, 14 Desember 2015, 14:00 WIB
Presiden Jokowi sudah menjalankan tugasnya sebagai presiden selama lebih dari setahun. Catatan atas pencapaian pemerintahannya di dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) masih belum memenuhi harapan publik.

Penyelesaian atas tujuh kasus pelanggaran HAM yang berat yang telah selesai diselidiki oleh Komnas HAM masih menemui jalan buntu. Rencana untuk membentuk Komite Bersama untuk Kebenaran dan Rekonsoliasi yang pada awal pemerintahan Jokowi terkesan sangat meyakinkan, pelan tapi pasti tenggelam. Di samping belum optimalnya komitmen negara, adalah juga masih banyaknya keberatan dari korban dan banyak pihak jika beberapa pelanggaran HAM yang berat diselesaikan lewat jalur nonyudisial, misalnya untuk kasus penculikan aktivis dan tragedi semanggi. 

Selebritas Menang Pilkada


Republika Selasa, 15 Desember 2015, 13:00 WIB

Sejumlah selebritas turut serta dalam pilkada tingkat kabupaten dan provinsi yang digelar serentak 9 Desember lalu. Berdasarkan hitung cepat sementara beberapa lembaga survei, ada yang berhasil menang, tapi tidak sedikit yang gagal.

Paduan antara popularitas, kriteria fisik, maskulinitas, dan karakter personal tampaknya turut menentukan keberhasilan selebritas tersebut dalam memenangkan pilkada. Popularitas tentu saja menjadi modal awal para selebritas bertarung dalam pilkada. Rupanya, popularitas saja tidak cukup dijadikan modal untuk memenangkan pilkada.

Selain popularitas, kriteria fisik, maskulinitas juga turut menentukan kemenangan selebritas dalam pilkada. Selebritas muda dengan wajah menawan tentu lebih menarik para ibu rumah tangga untuk dipilih. Sementara, soal karakter personal selebritas menjadi kata kunci lain kemenangan selebritas dalam pilkada. Selebritas yang populer, ganteng, maskulin, dan memiliki karakter personal ini tampaknya merupakan ramuan ampuh yang mampu meraup suara.

Saudagar Muhammadiyah


Sabtu, 12 Desember 2015, 15:02 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pada 11-13 Desember 2015, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah menggelar temu Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) di Surabaya, Jawa Timur. Pertemuan ini tak sekadar membangkitan nostalgia terhadap masa kebangkitan saudagar Muhammadiyah di awal berdirinya.

Bukan sekadar amanat Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar yang di-tanfidZkan dalam visi, yakni bangkitnya etos dan kreativitas ekonomi dalam menguatkan kemandirian Muhammadiyah sebagai wujud kontribusi persyarikatan bagi kebangkitan ekonomi umat dan bangsa. Namun, pertemuan ini momentum dari kesadaran baru bahwa saudagar Muhammadiyah harus bergerak dan berjamaah dalam membangun etos dan praksis ta'awun warga.

Romantisme sejarah membuktikan, pada periode awal pergerakan, Muhammadiyah selalu diinisiasi oleh kaum saudagar. Mereka ini berfungsi ganda, selain sebagai juru dakwah, juga sebagai saudagar dalam mensyiarkan Islam di mana mereka berkunjung. Periode awal, para saudagar Muhammadiyah sukses membangun kemandirian organisasinya. Figur Kiai Dahlan sebagai tokoh sentral dan merupakan prototipe saudagar sejati kerap berdagang di berbagai kota.

Menyoal Partisipasi Pemilih Pilkada


Republika Rabu, 16 Desember 2015, 14:00 WIB
Keberhasilan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) serentak pada Rabu 9 Desember 2015 di 264 daerah yang berlangsung relatif demokratis, aman, dan damai menuai apresiasi positif sejumlah kalangan pengamat asing. Mereka menilai penyelenggaraan pilkada serentak di Indonesia sebagai eksperimen demokrasi yang demikian mengagumkan dan patut ditiru.

Namun, di balik itu tebersit hal yang mengganggu dan merisaukan, yakni rendahnya partisipasi pemilih. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Sabtu (12/12), tingkat partisipasi pemilih secara umum hanya sekitar 64,23 persen. Atau lebih rendah daripada target yang dipatok KPU sekitar 75,5 persen.

Sejumlah kabupaten/kota yang tingkat partisipasinya rendah, di antaranya Kota Medan, Sumatra Utara (26,88 persen); Kabupaten Serang (50,84 persen); Kota Surabaya (52,18 persen); Kabupaten Jember (52,19 persen); dan Kabupaten Tuban (52,25 persen). Sejumlah daerah yang cukup tinggi partisipasi pemilihnya, di antaranya, Kabupaten Mamuju Tengah (92,17 persen); Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat (89,92 persen); Bolaang Mangondow Timur (88,83 persen); Kota Tomohon, Sulawesi Utara (88,47 persen); dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (88,24 persen).

Mengubah Indonesia dari Pinggiran

Republika Senin, 14 Desember 2015, 14:00 WIB

Setiap kali mengunjungi daerah perbatasan dan daerah-daerah terluar Indonesia, saya selalu mendapatkan spirit baru. Disparitas fasilitas infrastruktur di wilayah Pulau Jawa dengan di daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar (wilayah pinggiran) demikian nyata. Namun, warga di daerah pinggiran tidak lantas mengiba. Padahal, godaan bagi mereka yang tinggal di perbatasan berpaling demikian besar. Ibarat kata, hanya selangkah saja mereka melongok negeri tetangga, mereka akan menemukan gemerlap pembangunan yang jauh lebih maju. Toh, saudara kita di perbatasan itu bergeming. Mereka enggan berpaling dari Merah Putih. Mereka tetap bersemangat menatap masa depan bersama Indonesia.

Dari warga di pinggiran Indonesia itulah saya kian bersemangat mewujudkan harapan mereka, yakni melaksanakan pembangunan di segala bidang di wilayah pinggiran, khususnya di sektor infrastruktur. Inilah sektor yang saya yakini sepenuh hati sebagai salah satu sektor vital untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur, khususnya jalan adalah sektor antara yang menghubungkan berbagai macam aktivitas ekonomi. 

Kebangkitan Desa, Kebangkitan Indonesia

KORAN REPUBLIKA 
Senin, 21 Desember 2015, 14:00 WIB

Negara telah lama bekerja keras membangun desa. Sejak dekade 1970-an dengan pendekatan pembangunan perdesaan terpadu, berbagai program pembangunan telah masuk ke ranah desa.

Pembangunan desa disusun paralel, seragam, dan hierarkis dengan pemerintahan desa, yang disertai pendekatan birokratisasi, pembinaan dan kontrol secara ketat terhadap desa. Pendekatan ini bukanlah melindungi dan memperkuat desa, melainkan mengabaikan kekuatan lokal desa dan bahkan melemahkan desa.

Pendekatan itu kemudian bergeser seiring tuntutan reformasi soal kewenangan bagi desa, hak, dan kewajiban. Aspirasi itu dituangkan dalam UU No 6/2014 tentang Desa. Inilah sejarah awal pengakuan negara terhadap desa diakomodasi secara utuh dalam regulasi.

Menjadi Daerah Cerdas

Ikon konten premiumKOMPAS 

Harian Kompas bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung dan Perusahaan Gas Negara pada Agustus lalu memberikan anugerah kepada Kota Surabaya sebagai kota dengan penilaian tertinggi dalam Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015. Ibu kota Provinsi Jawa Timur ini berada di urutan tertinggi dari 93 kota di Indonesia yang dinilai sudah menerapkan konsep kota cerdas dilihat dari aspek perekonomian, sosial, dan lingkungan.
Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini (2010-2015) memang maju pesat. Mantan Kepala Dinas Pertamanan Surabaya ini mulai membangun Surabaya dengan mewujudkan kota terpadat kedua di Indonesia itu menjadi kota yang nyaman bagi warganya. Ini dilakukan mulai dengan membangun taman-taman yang asri dan ruang terbuka hijau hingga mengajak warganya mengelola sampah dengan cerdas.

Kepala Daerah di NKRI

MIFTAH THOHA, kOMPAS CETAK 8 JUNI 2015
DIDIE SW
Sebentar lagi, bulan Desember 2015, akan dilaksanakan tahap pertama pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia.  
Sekarang ini pemerintah telah menetapkan  dua macam pemilihan umum. Pertama, pemilihan umum nasional memilih presiden kepala negara badan pemerintahan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beserta anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kedua, pemilihan umum daerah (local election day) yang memilih kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota, dan mestinya juga memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Undang-Undang Pemerintahan Daerah mulai dari UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004, dan UU No 23 Tahun 2014 menyebutkan, kepala daerah itu diajukan sebagai calon oleh partai politik atau gabungan dari partai politik dan yang memahami kondisi daerahnya, artinya calon harus minimal berasal dari daerah tersebut dan dari parpol.

Resentralisasi untuk Kebaikan


Pada Februari 2015, mantan Perdana Menteri Thailand Chuan Leekpai mengadakan kunjungan ke Indonesia. Dalam soal otonomi dan desentralisasi, Thailand menilai Indonesia lebih maju. Chuan mengatakan, desentralisasi sangat penting diimplementasikan untuk mempersempit jurang kesenjangan antara kota dan desa, antara pusat dan daerah.
Agaknya penerapan model otonomi daerah sebagai bagian dari demokratisasi dimonitor banyak negara lain. Thailand merupakan salah satu negara yang mengakui kemajuan sistem otonomi daerah yang diterapkan sejak 15 tahun terakhir. Pasang-surut, tarik-ulur, coba dan salah (trial and error), otonomi daerah memang menarik. Sampai sekarang pun tidak setiap orang sependapat dengan perkembangan politik otonomi daerah.
Kelahiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pemutakhiran UU otonomi daerah era Reformasi (1999 dan 2004) tidak selalu dianggap sebagai langkah maju. Hal itu, paling tidak, tecermin dalam pengakuan mantan Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur, Isran Noor, yang juga Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia ketika dia menyatakan mundur dari jabatannya.