Friday, May 15, 2015

Evaluasi Moratorium Hutan

Evaluasi Moratorium Hutan

Hingga menjelang berakhirnya masa berlaku Inpres No 6/2013 tentang Perpanjangan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (Inpres Moratorium) 13 Mei 2015, belum ada tanda-tanda Presiden segera memperpanjang inpres ini. 

Jika Presiden Jokowi tak segera memperpanjang inpres ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), gubernur, serta bupati dapat menerbitkan izin pembukaan lahan dan alih fungsi hutan primer dan lahan gambut baru karena tidak ada lagi larangan bagi mereka untuk mengeluarkan izin sebagaimana termuat dalam Inpres Moratorium. Oleh karena itu, sangat berbahaya bagi keselamatan hutan primer dan lahan gambut jika Presiden terlambat memperpanjang inpres yang dikeluarkan Presiden SBY ini.

Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun

Disahkannya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, melegitimasi kehadiran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. 

BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian, sementara BPJS Kesehatan hanya mengelola Jaminan Kesehatan.
Kehadiran JP sebagai program wajib bagi semua pekerja diharapkan menjadi instrumen perlindungan riil bagi pekerja ketika memasuki masa pensiun, sesuai amanat Pasal 39 Ayat (2) UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan, "Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap".

Setelah Prahara Mei 1998

Setelah Prahara Mei 1998

Menjelang akhir 1997, krisis keuangan hampir serempak melanda Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan. Nilai rupiah terjun bebas 15 persen hanya dalam kurun waktu lima bulan.

Pada awal Januari 1998, Presiden Soeharto menandatangani kesepakatan dengan Michel Camdessus dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan menyetujui dana talangan 40 miliar dollar AS guna menyelamatkan ekonomi Indonesia.

Keabsahan Presiden Soeharto-yang berkuasa sejak 1968- mulai dipertanyakan. Situasi perekonomian memburuk. Beberapa menteri dalam Kabinet Pembangunan VII mulai berbisik, mempertanyakan perlunya Presiden mempertimbangkan untuk mundur.

Kerisauan Ekonomi Melambat


Kerisauan Ekonomi Melambat

Perlambatan ekonomi yang diindikasikan oleh pertumbuhan hanya 4,7 persen pada kuartal pertama 2015 memunculkan berbagai komentar miring.

Pemerintah, terutama tim ekonomi kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla, dianggap gagal. Dengan sigap sejumlah  politisi, kalangan DPR, dan bahkan beberapa pengamat memanfaatkan kejadian ini untuk mengembuskan isu bahkan mendesak dilakukan perombakan kabinet, terutama kabinet kelompok ekonomi.

Sayang, beberapa kalangan yang mewakili pemerintah dalam menanggapi kejadian ini memberikan alasan konvensional, bukan penjelasan yang bersifat lebih hakiki tentang arah pembangunan kabinet kerja. Misalnya bahwa ini adalah akibat dari fenomena ekonomi global sehingga negara-negara lain pun melambat ekonominya, termasuk sejumlah negara maju.