Thursday, January 14, 2016

Sarjana Pulang Kampung

Poros Mahasiswa - Sarjana Pulang Kampung
Koran Sindo 14 Januari 2015

Suatu saat semua makhluk hidup yang ada di dunia akan pulang dan kembali ke asalnya masing-masing. Sama halnya dengan pulang kampung. Bagi mahasiswa, pulang kampung tidak sekadar menjadi momentum ketika liburan dan hari lebaran.

Namun, suatu saat mahasiswa yang telah usai menimba ilmu atau telah memperoleh gelar sarjana menjadi suatu pertanda telah tiba waktunya untuk pulang kampung dan kembali ke daerahnya masingmasing. Kepulangan mahasiswa sarjana sebagai kaum intelektual tentunya menjadi kebanggaan bagi masyarakat, terutama di wilayah yang masih tertinggal, karena mahasiswa dianggap sebagai sosok multitalenta dalam bidang apa pun.

Artinya, masyarakat menaruh harapan besar kepada mahasiswa untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Namun, tidak menutup kemungkinan masyarakat akan merasa kecewa ketika seorang sarjana tidak mampu memberikan sumbangsih yang nyata bagi masyarakat. Oleh karena itu, menjadi penting ketika sejak belajar di perguruan tinggi mahasiswa turut serta berproses dalam sebuah organisasi utamanya organisasi daerah.

Ihwal Lelang Jabatan ASN

Ihwal Lelang Jabatan ASN

Sejak dilaksanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 2013, lelang jabatan untuk pegawai aparatur sipil negara semakin populer. Langkah itu diikuti beberapa kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Harus diakui, dasar hukum pelaksanaan lelang jabatan pada waktu itu masih berupa Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Struktural yang Lowong secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Baru pada 2014, setelah diundangkannya UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), diterbitkan Peraturan Menteri PAN dan RB No 13/2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.
"Lelang jabatan" ASN ini menimbulkan pro dan kontra dalam implementasinya. Bahkan, sayup-sayup terdengar di beberapa daerah terjadi upaya menolak implementasi UU ASN dan rencana sebagian anggota Dewan merevisi UU ASN.

Revolusi Mental

Menyongsong tahun baru, kita boleh bertanya: di mana revolusi mental yang sudah hampir dua tahun lalu dicetuskan?
Bahwa kita memerlukan suatu revolusi mental untuk keluar dari rawa mediokritas, kemalasan intelektual, kecengengan emosional, kedangkalan spiritual, kebrutalan dogmatisme, dan dari belenggu-belenggu prasangka dan kecurigaan yang menyandera bangsa sulit disangkal. Namun, di antara tantangan-tantangan yang kita hadapi, ada tiga yang menurut penulis ini harus kita hadapi.
Budaya kekerasan
Masyarakat kita penuh kekerasan. Senggol sedikit berantem. Tawuran, lawan yang sudah telentang di tanah malah dibacok. Pencuri dikeroyok. Pertemuan yang tak disukai dibubarkan oleh preman-preman yang membawa pentung. Beribadat ”keliru”, awas lu! Fans klub bola saingan diserang dengan pisau. Umat ”aliran sesat” ramai-ramai diuber-uber dan dibunuh. Polisi dalam pemeriksaan secara rutin menyiksa orang. Selama 70 tahun sejarah Indonesia merdeka juga ditulis dengan darah, ditumpahkan oleh bangsa sendiri.
Lalu, yang paling memalukan, juga paling mengkhawatirkan: kekerasan atas nama agama. Memalukan karena dalam agama mutlak tak boleh ada paksaan. Mengkhawatirkan karena paksaan dalam agama berarti orang beragama itu sudah kemasukan setan.

Prostitusi, Pejabat, Kepemerintahan

Prostitusi, Pejabat, Kepemerintahan

Setelah menangkap dua artis televisi yang terlibat prostitusi (15/12/2015), polisi menyatakan sebagian pelanggan mereka adalah sejumlah pejabat pemerintah dan tokoh publik yang cukup dikenal masyarakat. Sejumlah aparat negara bereaksi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta agar segera diungkap apabila memang ada pejabat yang terlibat.
Kasus pembongkaran prostitusi yang melibatkan bintang televisi swasta itu bukanlah yang pertama terjadi. Namun, apabila pernyataan aparat dapat dianggap sebagai petunjuk untuk menelusuri lebih jauh, bagaimana langkah menyeluruh dan meyakinkan untuk mengikis praktik-praktik prostitusi kelas atas tersebut? Apabila tidak dilakukan, apa dampak prostitusi terhadap pelaksanaan hukum dan pemerintah? Sebetulnya sejak awal bisa ditanyakan, itu sungguh-sungguh atau tidak?

Setelah PKS Merapat ke Jokowi

Setelah PKS Merapat ke Jokowi

Dinamika politik nasional seperti tampak dari Jakarta hampir selalu menghadirkan kejutan. Ketika Partai Amanat Nasional belum memperoleh kompensasi politik yang jelas atas dukungannya terhadap pemerintahan Joko Widodo, Partai Keadilan Sejahtera pun menyusul untuk merapat ke Istana. Ada apa dan ke mana arahnya?

Sulit dimungkiri bahwa politik Indonesia sesungguhnya relatif cair. Seperti bunyi sebuah adagium klasik, "tidak ada musuh abadi dalam politik" atau "tidak ada kawan sejati dalam politik". Yang hampir selalu kekal adalah kepentingan yang sama di antara para elite politik itu sendiri. Ironisnya, adagium yang berlaku hampir di semua rezim politik itu selalu menjadikan rakyat dan kepentingan kolektif sebagai korbannya. 

Ketegangan politik pasca Pemilu Presiden 2014 sempat mengkhawatirkan kita semua, tetapi akhirnya mencair setelah Prabowo Subianto turut hadir dalam pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Oktober 2014. Sepanjang 2015, tarik-menarik dan ketegangan politik antara Koalisi Merah Putih (KMP) yang menjadi oposisi dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sebagai gabungan parpol pendukung pemerintah relatif dapat diredam. Melalui, antara lain, peran Luhut Binsar Pandjaitan selaku Kepala Staf Kepresidenan, pemerintah berhasil "menjinakkan" KMP kendati hal itu tidak sepenuhnya gratis. 

Ongkos politik dari harmoni semu relasi KMP dan pemerintah, di antaranya, adalah pembayaran dana talangan Rp 781 miliar bagi korban lumpur Lapindo yang bersumber dari APBN. Padahal, itu seharusnya menjadi beban PT Lapindo Brantas, perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie, Ketua Presidium KMP. 

Revisi Aturan Pemekaran

Arie Ruhyanto

Salah satu produk hukum paling ditunggu-tunggu sebagai konsekuensi perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah peraturan pemerintah terkait pemekaran daerah. 

Hingga tulisan ini dibuat, Kementerian Dalam Negeri masih terus membahas draf pengganti Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2007. Peraturan pemerintah yang baru itu nanti sebagai acuan menentukan kelanjutan lebih dari 200 usul pembentukan daerah baru (Kompas, 11/7/2015).

Revisi PP No 78/2007 perlu mendapat perhatian serius, terutama mengingat tingginya kontroversi kebijakan pemekaran di tengah derasnya tuntutan pembentukan daerah baru. Kontroversi itu setidaknya berlangsung dalam dua nalar analisis: nalar efisiensi dan nalar pemerataan.

Nalar efisiensi meyakini sejauh ini pemekaran daerah lebih banyak menciptakan soal ketimbang membawa manfaat. Pemekaran dipandang hanya membebani anggaran negara, sarat politik transaksi, melahirkan birokrasi tambun, dan menciptakan lahan subur bagi korupsi serta berbagai bentuk penyalahgunaan kewenangan. Karena itu, pemekaran harus dibekukan atau minimal diperketat syaratnya. 

Politik Digital dan Kelas Menengah

Wasisto Raharjo Jati

Keberadaan petisi online kini mendapatkan tempat penting dalam artikulasi pendapat dan protes yang disampaikan oleh kelas menengah Indonesia. 

Berbagai isu politik yang menghangat-seperti halnya kasus Freeport ataupun Mahkamah Kehormatan Dewan alias MKD-kini menjadi pembahasan penting dalam dunia maya, bagaimana masalah tersebut segera disudahi.  Platform digital seperti Change.org menjadi media penting bagi kelas menengah Indonesia untuk mengartikulasikan kepentingannya. 

Dalam kasus MKD, misalnya, kini tercatat sudah mencapai 42.906 dukungan dari 50.000 yang dibutuhkan. Sementara untuk kasus Freeport sendiri, jumlah 616 dukungan dari 1.000 dukungan yang diperlukan.
Besarnya dukungan dan atensi publik dalam petisi online tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa kelas menengah Indonesia sudah berkembang menjadi kelas politik.  Mereka mampu untuk jadi kelompok kepentingan yang besar seperti dalam kasus "relawan" pada Pemilu 2014. Namun, apakah kesadaran politik tersebut akan terus kontinu?

Parpol, Penggerak Demokrasi

Ramlan Surbakti

Seandainya Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 berbunyi: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh rakyat sendiri", maka partai politik tidak diperlukan.

Hal ini tidak lain karena seluruh tugas dan kewenangan negara, seperti pembuatan undang-undang (UU), pelaksanaan UU, dan penghakiman pelanggaran UU akan dilaksanakan oleh rakyat secara bersama-sama. Akan tetapi, sila keempat Pancasila (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan), dan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 berbunyi: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar".

UUD 1945 antara lain mengatur pembentukan DPR, DPD, dan DPRD melalui pemilihan umum, MPR sebagai gabungan DPR dengan DPD, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat, dan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota secara demokratis. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat atau demokrasi yang diadopsi UUD 1945 bukan demokrasi langsung melainkan demokrasi tak langsung (representative democracy). Bila demokrasi tak langsung yang diadopsi, peran parpol sangat diperlukan untuk menggerakkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis.

Aliansi Militer Islam

Aliansi Militer Islam

Pada 15 Desember 2015, Mohammad Bin Salman-Putra Mahkota sekaligus Menteri Pertahanan Arab Saudi-mengumumkan pembentukan Aliansi Militer Islam yang terdiri atas 34 negara, di antaranya Qatar, Uni Emirat Arab, Turki, Malaysia, Pakistan, dan Nigeria. 

Menlu Arab Saudi Adel al Jubeir menjelaskan tujuan utama dibentuknya Aliansi Militer Islam ini, yaitu pembentukan koalisi negara-negara Islam untuk saling berbagi informasi, pelatihan, dan menyediakan angkatan bersenjata dalam mengatasi militansi yang menjurus terorisme, seperti Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan Al Qaeda. Apakah aliansi ini sebuah solusi dalam mengatasi terorisme dunia yang datang dari dunia Islam atau justru menambah masalah baru?

Aliansi ini akan berpusat di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, negara tempat lahirnya Islam dan sekaligus menjadi pemangku dua kota suci umat Islam (Mekkah dan Madinah), sehingga sebagian besar umat Islam akan terikat dengan negara ini. Aliansi ini membuat dunia Islam semakin terpecah dan terkotak kotak ke dalam kelompok-kelompok yang semakin tidak jelas kriterianya. 

Reorientasi Pembangunan Pertanian

Bustanul Arifin

Pengumuman terbaru Badan Pusat Statistik di awal tahun 2016 tentang kenaikan angka kemiskinan dan angka pengangguran sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. 

Ketika pembangunan pertanian hanya diterjemahkan menjadi aktivitas rutin dan administratif, bahkan cenderung berorientasi pada peningkatan produksi komoditas dan mengejar target politis, seperti swasembada padi, jagung, dan kedelai (pajale), maka esensi dari strategi pembangunan nyaris kehilangan makna.

Ketika pembangunan ekonomi—yang pada hakikatnya adalah proses transformasi yang bersifat struktural dan memberdayakan pelaku ekonomi—ditafsirkan sebagai sesuatu yang mekanistis, peningkatan kesejahteraan masyarakat terasa semakin jauh. Dan, ketika desentralisasi ekonomi dan otonomi daerah belum mampu menerjemahkan strategi besar pembangunan nasional, hasilnya adalah ketimpangan pendapatan.

Menyelamatkan Gerakan Mahasiswa

Berita pemberhentian mahasiswa yang dilakukan oleh Rektor Universitas Negeri Jakarta atas Ronny Setiawan telah menyebar secara viral dan menimbulkan keprihatinan yang sangat luas. Ketua BEM UNJ tersebut diberhentikan karena kritik.

Dalam konsideran Surat Keputusan (SK) Rektor UNJ Nomor 1/SP/2016, Ronny dinilai pihak rektorat melakukan tindakan yang tergolong sebagai perbuatan kejahatan berbasis teknologi, penghasutan, dan pencemaran nama baik sehingga membuat dia diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua BEM UNJ sekaligus mahasiswa. Dukungan atas Ronny pun meluas. Tanda pagar #SaveRonny sempat menempati puncak trending topic. Petisi daring menggugat rektor melalui situs Change.orgtak butuh waktu lama untuk menghimpun 50.000 lebih dukungan.

Setelah menuai respons publik yang luas di dunia maya, melalui jalur islah kedua belah pihak yang ditandatangani padaRabu (6/1), Rektor UNJ akhirnyabersedia mencabut SK pemberhentian Ronny. Kasus tersebut sejatinya pelajaran pentingbagi semua, khususnya dunia kampus.

Sengketa LTS dan Posisi Tiongkok

 Xu Bu
Dalam sebuah artikel baru-baru ini, seorang akademisi Indonesia menyebutkan bahwa Tiongkok sedang melakukan apa yang disebut sebagai ”Kolonialisasi Maritim” di Asia. 

Komentar ini tidak sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu, saya berkepentingan untuk menjelaskan masalah ini kepada publik guna menghindari kesalahpahaman yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Sejarah modern menyaksikan bagaimana kolonialisme telah menimbulkan kesengsaraan dan malapetaka di Tiongkok dan Asia Tenggara. Sebuah pepatah Tiongkok mengatakan, ”Jangan lakukan kepada orang lain sesuatu yang tidak ingin kamu lakukan terhadap dirimu sendiri”. Bangsa-bangsa yang menderita karena penghinaan dan siksaan akibat kolonialisme tentunya sangat memahami betapa berharganya kedaulatan, kemerdekaan, dan perdamaian.

Simalakama Ekonomi 2016

Ronny P Sasmita

Tahun 2015 yang baru saja lewat menyisakan kenangan ketidakpastian bagi sebagian masyarakat dan kerugian bagi sebagian investor portofolio keuangan.

Beberapa indikator ekonomi, bisnis, dan investasi menunjukkan fakta-fakta penurunan. Akankah kisah sendu tahun lalu bakal berulang?Baru-baru ini, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berakselerasi pada 2016 di tengah kelesuan pertumbuhan ekonomi global danemerging markets. Laporan bertajukGlobal Economic Prospect 2016yang dirilis Bank Dunia memperkirakan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai titik nadir setelah menyentuh level 4,7 persen pada 2015.

Ekonomi Tanah Air diprediksi kembali berakselerasi hingga rata-rata 5,4 persen pada 2016- 2018. Sementara, pertumbuhan PDB Indonesia diprediksi menguat menjadi 5,3 persen pada 2016 dan 5,5 persen pada 2017. Secara komparatif, proyeksi positif ini bertolak belakang dari prediksi perlambatan di Thailand dari 2,5 persen pada 2015 menjadi 2,0 persen pada 2016, Tiongkok (dari 6,9 persen menjadi 6,7 persen), atau Turki (dari 4,2 persen menjadi 3,5 persen).

Episode Peradilan Pilkada

Ismail Hasani

Peradilan pemilu merupakan elemen kunci yang harus tersedia dalam sebuah mekanisme pemilihan yang berintegritas.

Sementara sengketa pemilu adalah arena untuk memeriksa kinerja penyelenggaraan pemilu guna menjamin keadilan pemilu. Keadilan elektoral setidaknya berhubungan dengan legalitas penyelenggaraan pemilu, administrasi pelaksanaan pemungutan suara, integritas penyelenggaraan pemilu, penegakan hukum pemilu, dan legitimasi hasil pemungutan suara.
Setelah pada 9 Desember 2015 pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahap I diselenggarakan, episode berikutnya penyelesaian perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Mengacu pada rekapitulasi perkara yang diterima MK, ada 147 perkara perselisihan hasil pilkada. Peradilan pilkada yang disediakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 sedianya ditujukan untuk memastikan integritas pilkada yang memberikan keadilan elektoral bagi kontestan dan utamanya bagi warga negara. Namun, mekanisme yang disediakan UU No 8/2015 berpotensi gagal menyempurnakan integritas dan kualitas pilkada yang tak melimpahkan keadilan elektoral.

Wacana Menghidupkan GBHN

Saldi Isra
Rapat Kerja Nasional PDI-P 2016 memunculkan gagasan untuk mendorong pemberlakuan kembali Garis Besar Haluan Negara atau program Pembangunan Nasional Semesta Berencana.

Merujuk lintasan sejarah Indonesia, pola pembangunan berjangka ini pernah dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Presiden Soekarno. Dalam perhelatan nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri menilai buruk sistem pembangunan negara yang semakin tak padu dan cenderung berjangka pendek. Penyebabnya, begitu terjadi pergantian pemimpin, terjadi pula pergantian visi-misi dan program pembangunan. Karena itu, ujar Ketua Umum PDI-P, di masa depan, program pembangunan harus bersumber dari GBHN yang ditetapkan MPR.

Kepemimpinan Baru DPR

Tommi A Legowo
Ade Komarudin telah ditetapkan sebagai ketua menggantikan posisi yang ditinggalkan Setya Novanto dalam kepemimpinan DPR 2014-2019. Apa saja tantangan yang dihadapinya dan sejauh mana potensi mengatasi tantangan-tantangan itu menjadi kinerja yang bermutu dan bertanggung jawab untuk penyelenggaraan peran perwakilan rakyat?

Pertama, harus dicatat bahwa Ade menempati posisi itu dengan iringan kontroversi karena masalah internal partai politik induknya, yaitu perpecahan Partai Golkar. Meski sampai saat ini Ade berkubu dari belahan Partai Golkar yang secara faktual ”menguasai legalitas” kursi DPR, tak bisa dimungkiri, konflik parpol berlambang pohon beringin ini belum sampai pada penyelesaian yang tuntas.

Tampaknya tak terelakkan, tentangan dari kubu belahan Golkar lain akan terus menghardik Ade dari posisi Ketua DPR. Posisi ini sejak awal telah menjadi bagian dari konflik internal Golkar yang ditandai dengan diajukannya Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai calon ketua DPR oleh kubu belahan lain. Ini berbeda dengan posisi kepala/wakil kepala daerah pada pilkada serentak 2015 yang secara pragmatis menjadi bagian dari penyelesaian konflik Golkar meski bersifat sangat sementara.