Friday, April 10, 2015

Nabi Palsu Bisnis Tembakau

Senin,  6 April 2015  −  10:14 WIB
Mohamad Sobary
Di dalam sejarah pertanian kita, belum pernah ada semangat memojokkan tembakau, termasuk produk olahannya, seperti terjadi saat ini.

Berbagai cara ditempuh, demi mencapai tujuan pokoknya. Tapi jika diamati baik-baik, tampaknya, alhamdulillah, semangat itu tidak mematikan, dan boleh jadi tidak akan pernah mematikan. Nafsu untuk— istilah mereka—memuseumkan ”keretek”, produk olahan tembakau tadi, tak bakalan bisa dicapai.


Kita tahu dasar pertimbangan yang disiarkan secara global semangat itu dibangun demi alasan yang begitu indah dan manusiawi: kesehatan masyarakat. Tapi jika ditelusuri secara lebih saksama dan lebih mendalam, semangat itu berdiri di belakang perang dagang.

Pemilik industri olahan tembakau di luar negeri, yang ingin mencaplok secara serakah bisnis di bidang itu, dengan canggih tapi penuh tipu muslihat, dan bohong, menggunakan isu kesehatan untuk memenangkan pertarungan di negeri kita. Isu bahwa merokok merusak kesehatan, dengan berbagai macam penjelasan yang menakutkan, di sini tidak mempan.

Para perokok tetap merokok. Kelihatannya mereka tak begitu takut pada ancaman itu. Ketika isu kesehatan tak mengubah keadaan, dipakailah isu ekonomi, yang kelihatannya sama saja. Suara mereka tak begitu didengar orang. Muncul isu lain, yang merupakan kalkulasi strategis, dengan melihat bahwa dilihat dari komposisi penduduk kita, mayoritas kita pemeluk Islam.

Di sana kata halal-haram menjadi isu moral yang luar biasa penting, karena hal itu langsung berhubungan dengan Tuhan. Maka strategicanggihmereka, disertai dana besar yang pendukung strategi itu, memandang penggunaankataharamakanmanjur. Lalu disebutlah bahwa merokok itu haram. Tapi pilihan langkah ini pun membentur tembok.

Para perokok tak peduli pada fatwa itu, karena ada fatwa lain, dari komunitasorang-orangberiman yang jumlahnya lebih besar, tidak mengharamkan merokok. Status hukum merokok bagi mereka hanya makruh. Ini pilihan pribadi. Strategi yang tak mempan ini membuat mereka kecewa. Sekarang, mereka kembali lagi ke alasan semula: alasan kesehatan.

Ancaman yang menyebutkan bahwa, dulu, merokok mengganggu kesehatan ini dan itu, kini diganti, merokok: ”membunuhmu”. Ini bukan bahasa ilmu pengetahuan, bukan pula kebijakan yang dilandasi oleh suatu temuan yang meyakinkan, melainkan cerminan dari bahasa politik dagang yang tak melarang menggunakan kebohongan di sana sini.

Bahasa ancaman, dan manipulasi di dalamnya, boleh dipakai, asal bisa dianggap mendukung langkah untuk menuju kemenangan. Kelihatannya perlu sekali diwaspadai, bahwa ancaman ”merokok membunuhmu”, yang dipasang di tiap-tiap bungkus keretek, disertai gambargambar mengerikan, itu contoh strategi politik dagang. untuk memenangkan persaingan di pasar bebas.

Sekali lagi, ”merokok membunuhmu”, merupakan ancaman agar industri olahan tembakau di negeri kita tidak berkembang. Untuk sementara, mereka dibunuh dulu, dengan dukungan para pejabat kita sendiri. Kalau industri kita sudah mati, gampanglah mengatur strategi baru, sesudah semuanya dikuasai dan sepenuhnya di tangan bangsa asing.




Dan bukan urusan kesehatan. Kelak, sesudah menang dalam persaingan, barulah bicara keuntungan yang pasti sudah ada dalam genggaman. Selain itu, kebohongan apa lagi yang ada di balik ”merokok membunuhmu” kalau kenyataannya, pengusaha demi pengusaha asing, kelihatan berebut lahan bisnis pengolahan tembakau di negeri kita, dengan keserakahan seperti serigala berebut mangsa di hutan belantara?

Apa mereka mau mengabaikan ancaman ”merokok membunuhmu” tadi? Tidak. Sama sekali tidak. Mereka tak peduli pada omongan itu. Apa yang mereka cari, dengan berbagai cara untuk menang, ialah keuntungan, duit, keuntungan dan duit, dan kejayaan.

Bangsa-bangsa asing yang jauh, dan bangsa-bangsa asing di Asia, yang dekat, hadir di sini, saling mencakar saling ”menubruk” untuk menguasai tembakau dan produk olahannya. Mereka bersuara seperti nabi-nabi baru, untuk menyelamatkan manusia di bumi. Tapi sebenarnya mereka tak punya rasa peduli apa pun kecuali berbisnis dan merebut keuntungan dan keuntungan.

Mereka nabi-nabi palsu di dalam bisnis tembakau yang kejam. Suara mereka seolah hendak menyelamatkan manusia di bumi ini, tapi sebenarnya mereka mencari selamat sendiri-sendiri.

Mohamad Sobary
Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Email: dandanggula@hotmail.com  http://nasional.sindonews.com/read/985555/18/nabi-palsu-bisnis-tembakau-1428290033/2



No comments:

Post a Comment