Tuesday, June 23, 2015

Mineral Nikel, SDA yang Memikat Dunia


Koran SINDO
Sabtu, 20 Juni 2015 − 11:57 WIB

MUDI KASMUDI
Praktisi Industri,
Energi, dan Pertambangan

Indonesia dikenal sebagai negara dengan sumber daya alam (SDA) mineral dan energi yang melimpah. Indonesia pernah merasakan kejayaan sebagai negara eksportir minyak yang sekarang bergeser menjadi net importer minyak bumi dan pernah merasakan kejayaan sebagai negara eksportir LNG nomor satu dunia dan sudah digeser posisinya oleh negara lain.

Tetapi, yang tidak banyak diperbincangkan masyarakat umum adalah kita pernah menjadi salah satu negara eksportir barang tambang mentah terbesar dunia. Berdasarkan UU Mineral dan Batubara (Minerba) No 4/2009 yang diberlakukan efektif pada Januari 2014, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi diwajibkan melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

Menghindari Perangkap

Muhammad Syarkawi Rauf
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama 2015 sebesar 4,71 persen, lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama 2014 sebesar 5,14 persen. 

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan tidak akan mencapai 5,8 persen sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.  

Melampaui Dana Aspirasi

 Paulinus Yan Olla

Wacana tentang dana aspirasi kembali menjadi buah bibir masyarakat.
Usulan program pembangunan daerah pemilihan Rp 15 miliar-Rp 20 miliar per anggota DPR dipertanyakan efektivitas dan manfaatnya bagi rakyat. Alih-alih mewujudkan kesejahteraan rakyat, banyak kalangan melihatnya sebagai pemicu korupsi baru wakil rakyat (Kompas, 16/6/2015).
Menyerap aspirasi sejatinya merupakan kerja batin. Para wakil rakyat seharusnya lebih banyak menjalin batin dengan rakyat untuk memahami kenyataan hidup rakyat.

Janji Politik

ANALISIS POLITIK AZYUMARDI AZRA

”Menolak secara santun lebih baik daripada memberi janji yang panjang dan banyak.” (Sayyidina ’Ali ibn Talib RA)
”O, dia adalah lelaki berani! Dia menulis ungkapan berani, bicara dengan kata-kata berani, bersumpah dengan sumpah berani, dan melanggarnya dengan berani.” (William Shakespeare, ”As You Like It”, 1599/1600)

Pencalonan Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara oleh Presiden Joko Widodo mengundang reaksi. Ada pihak yang mendukung, tetapi tidak kurang pula yang menolak, termasuk dari kalangan yang mengklaim sebagai relawan Jokowi dan juga dari lingkungan elite PDI-P. 

Pertaruhan Politik PPP


Koran SINDO
Senin, 22 Juni 2015 − 09:04 WIB

DR Gun Gun Heryanto
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta

Ada pendekatan berbeda yang dipraktikkan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam mengurai konflik yang membelit mereka jelang perhelatan pilkada serentak di penghujung tahun ini.

Partai Golkar berupaya menjajaki model konsensus parsial dengan prosedur islah untuk menyelamatkan eksistensi mereka jelang dimulainya tahapan pilkada serentak.”Gencatan senjata” ala Golkar merupakan islah semu dan sekadar menyelamatkan tiket masuk ke gelanggang pertarungan di tengah konflik internal yang kian membara! Sementara roadmap penyelesaian konflik PPP masih gelap gulita, baik islah pura-pura maupun jalan keluar paripurna di luar prosedur hukum yang sedang dijalani mereka saat ini.

Preferensi Aktor dalam Politik Luar Negeri

 Koran SINDO
Selasa, 23 Juni 2015 − 09:16 WIB

TANTOWI YAHYA
Wakil Ketua Komisi I DPR RI

Dalam kajian ilmu hubungan internasional (HI) kontemporer, berkembang teori pentingnya preferensi aktor dalam menentukan arah politik luar negeri (polugri) suatu negara.

Sebelumnya faktor lingkungan internal dan eksternal yang menjadi dominant factors dalam penentuan arah diplomasi. Adalah Baris Kesgin, ilmuwan HI, yang memperkenalkan konsep preferensi aktor dalam diplomasi. Ia menyatakan, wajah foreign policy suatu negara tidak lagi hanya dipengaruhi oleh lingkungan dan tantangan, lebih penting dari itu adalah faktor individual atau profil pengambil kebijakan jauh lebih menentukan.

Saturday, June 20, 2015

Merombak Perum Bulog



Menarik untuk menyimak ”di balik” keinginan Presiden Joko Widodo yang akan merombak ”fungsi” Perum Bulog (Kompas, 28/5/2015). Apakah hanya akan menambah komoditas atau sekadar mengganti direksi atau ada alasan strategis lain? Catatan ini mudah-mudahan membantu memahami kemauan Presiden itu. 

Sebenarnya Presiden Megawati Soekarnoputri sudah melihat jauh ke depan nasib Bulog. Pada tahun 2003, Presiden Megawati merombak bentuk Bulog dari yang sebelumnya lembaga pemerintah nondepartemen (LPND) menjadi perum. Presiden Megawati melihat Bulog harus diselamatkan. Apabila tetap sebagai LPND, Bulog hanya menjadi lembaga di tingkat pusat, sedangkan cabangnya di provinsi dan kabupaten diserahkan kepada pemerintah daerah, seperti Badan Koordinasi Keluarga Bencana Nasional (BKKBN). Perum Bulog diberi waktu lima tahun untuk menyiapkan diri menjadi perusahaan yang kegiatannya tidak tergantung dari tugas pemerintah.

Surya, Fusi, atau Fisi

opini > artikel > Surya, Fusi, atau Fisi

Surya, Fusi, atau Fisi

Kita dan semua makhluk hidup membutuhkan energi untuk sintas dan melaksanakan aneka kegiatan, padahal sumber- sumber daya energi kian menipis dan akhirnya akan habis.
Memang dengan habisnya sumber daya energi tidak berarti bahwa energinya juga habis sebab energi itu kekal. Namun, jika energi sudah dipakai untuk melakukan usaha, kualitasnya menurun, misalnya menjadi makin tersebar dan gradien sukunya makin melandai. Maka, walaupun energi itu tetap masih ada, ia sudah tidak tersedia lagi untuk melakukan usaha. Begitulah menurut hukum utama termodinamika.

Otonomi dan Diskriminasi

opini > artikel > Otonomi dan Diskriminasi

Terbitnya instruksi wali kota Banda Aceh belum lama ini, yang membatasi jam malam bagi perempuan berada di luar rumah, kembali "mengonfirmasi" soal serius dalam kehidupan publik kita.
Selain esensinya yang sulit dicerna nalar dan tak urgen dari sisi kebutuhan hukum setempat, kebijakan semacam ini selalu berulang muncul di bumi Tanah Rencong, seperti halnya pula terjadi di kabupaten/kota lain di Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan lain-lain tempat, tanpa respons tegas dari pemerintah pusat.

Anak yang Tak Dikehendaki

opini > artikel > Anak yang Tak Dikehendaki

Anak yang Tak Dikehendaki

Engeline yang diduga kuat dibunuh orang terdekatnya di Bali adalah kisah seorang anak yang tidak dikehendaki. Unwanted child. Bahkan mungkin sejak ia dikonsepsi.
Mungkin orangtua biologis Engeline sebenarnya tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak tahu bagaimana cara mencegahnya. Mungkin tidak ada yang memberi tahu untuk menggunakan kontrasepsi, atau bahkan orang sekitarnya menabukan penggunaan kontrasepsi.
Ke mana petugas kesehatan atau keluarga berencana? Pemerintah memang sudah lama tidak hadir di tengah orang miskin. Bahkan selama 10 tahun pemerintahan SBY, program KB nyaris tidak disentuh. Maka, ketika sudah lahir, mereka tinggalkan Engeline di rumah sakit karena tidak mampu membayar biaya kelahiran Engeline.

Peran Politik Ormas Islam

opini > artikel > Peran Politik Ormas Islam

Peran Politik Ormas Islam

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dua organisasi massa Islam moderat di Indonesia, hendak bermuktamar Agustus mendatang. Sekalipun kedua ormas itu dikenal sebagai gerakan masyarakat sipil yang memfokuskan diri pada pemberdayaan umat, bukan berarti keduanya tak memainkan peran politik sama sekali.
Memang, peran politik yang dimainkan keduanya bukan dalam pengertian low politics (politik praktis-kekuasaan), melainkan high politics (politik kebangsaan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan).
Formula peran politik semacam ini mengakibatkan kedua ormas tersebut menjaga jarak dari politik keseharian karena telanjur dianggap wilayah kotor, dekil, dan korup. Sementara itu, wilayah high politics dianggap lebih mulia, agung, dan terhormat. Dengan formula tersebut, ormas terkesan hendak "cuci tangan" dari segala bentuk kebobrokan dan kekumuhan wilayah low politics. Pendek kata, ormas seakan tidak mau ambil bagian dalam upaya memperbaiki kondisi politik bangsa dan membiarkannya memperbaiki dirinya sendiri.

De-Soekarnoisasi dan Adu Domba

politik > De-Soekarnoisasi dan Adu Domba

PENGGELAPAN SEJARAH

De-Soekarnoisasi dan Adu Domba

Semasa memimpin Indonesia, Presiden Soekarno berulang kali mengajarkan pentingnya membangun bangsa yang satu, setara dalam keberagaman. Namun, seiring berakhirnya Orde Lama, sejumlah gagasan dan peran Soekarno sempat disamarkan. Tempat kelahiran Bung Karno pun sempat muncul dalam dua versi, Blitar dan Surabaya, Jawa Timur.
Warga dari sejumlah daerah berkunjung dan berziarah ke  makam Bung Karno di Kota Blitar, Jawa Timur, Minggu (31/5). Sejumlah ajaran dan peran Bung Karno diduga telah dikaburkan.
KOMPAS/AGNES THEODORA WOLKH WAGUNUWarga dari sejumlah daerah berkunjung dan berziarah ke makam Bung Karno di Kota Blitar, Jawa Timur, Minggu (31/5). Sejumlah ajaran dan peran Bung Karno diduga telah dikaburkan.
Tidak hanya tentang Soekarno, penggelapan sejarah juga dilakukan terhadap sejumlah teman seperjuangan Soekarno. Hal ini, antara lain, terlihat dari hilangnya nama empat rekan Soekarno di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yakni Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw, dan Tan Eng Hoa. Nama empat orang itu tak ada dalam buku sejarah nasional sejak 1977.

Wednesday, June 17, 2015

Jebakan Dana Aspirasi



opini > artikel > Jebakan Dana Aspirasi

Jebakan Dana Aspirasi

Yuna Farhan

Upaya DPR mengusulkan program pembangunan daerah pemilihan senilai Rp 15 miliar-Rp 20 miliar per anggota menuai reaksi keras banyak kalangan.
Beberapa anggota DPR bahkan turut mengkritik usulan dana aspirasi yang diperkirakan akan menghabiskan Rp 11,2 triliun per tahun ini.
Perlu dicatat, dana ini pernah diusulkan tahun 2010 untuk diajukan pada APBN 2011, dengan besaran yang tidak jauh berbeda, Rp 15 miliar per anggota. Meskipun usulan ini kandas setelah publik bereaksi keras, diam-diam praktik ini terus berlangsung. Kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menimpa anggota Badan Anggaran mengonfirmasi adanya praktik ini.

Problem Mendasar Pilkada



opini > artikel > Problem Mendasar Pilkada
Toto Sugiarto
KOMPAS Cetak | 17 Juni 2015 
Tahapan pemilihan gubernur, bupati/wali kota serentak sudah dimulai. Namun, berbagai masalah masih menghadang proses rotasi kepemimpinan daerah yang akan memilih 9 gubernur, 224 bupati, dan 36 wali kota ini.
Masalah mutakhir yang paling mengancam suksesnya pilkada adalah terlambatnya pengucuran dana untuk anggaran penyelenggaraan. Selain terlambat, beberapa pemerintah daerah mengucurkan anggaran kepada KPU setempat secara mencicil. Hal ini memperbesar risiko terganggunya tahapan pilkada yang amat rapat. Terhambat sedikit saja, penyelenggaraan pilkada akan sangat terganggu.