Tuesday, May 26, 2015

Republik Riuh Rendah


Minggu, 3 Mei 2015 | 17:39 WIB
--

Oleh: Budiarto Shambazy

JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo mengakui secara terbuka popularitas dia turun saat usia pemerintahannya mencapai enam bulan. "Banyak yang sampaikan ke saya, 'Pak, popularitasnya turun'. Memang policy kita di depan sakit semua," kata Jokowi dalam acara silaturahim dengan pers di Auditorium TVRI, Senayan, Jakarta, Senin (27/4/2015) malam.

Jokowi mengatakan tidak takut popularitasnya turun karena mengambil kebijakan tak populer jika itu menjamin kebaikan di kemudian hari. "Perubahan butuh pil pahit, kesabaran, pengorbanan. Tapi, keyakinan itu harus kita miliki. Perlu loncatan keberanian. Kalau itu diperlukan, akan saya putuskan," katanya.
November 2014, di hadapan warga negara Indonesia di Melbourne, Australia, Jokowi juga mengungkapkan popularitasnya turun setelah mengalihkan subsidi BBM. Sambil bercanda, dia mengatakan, hal itu hanya akan berlangsung sebulan.

"Popularitas turun gara-gara BBM, ya, itu risiko. Masa pemimpin penginnya populer terus? Kalau untuk kebaikan, saya enggak peduli enggak populer. Paling sebulan. Setelah itu minta foto lagi. Pak selfie, Pak," canda Jokowi disambut tawa hadirin.

Meski mengalami penurunan, sejumlah hasil jajak pendapat membuktikan popularitas Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla masih tergolong tinggi. Tidak perlu memperlakukan hasil jajak-jajak pendapat itu untuk mengambil keputusan meskipun tetap dibutuhkan sebagai rujukan.

Jokowi sosok yang sejauh ini dapat dianggap jujur, sederhana, dan, yang terpenting, bukan bagian bablasan Orde Baru. Persoalannya, mungkin berhubung dia the new kid on the block, dia belum membuktikan diri sebagai sosok kepala negara yang berani.

Reformasi Kabinet


Miftah Thoha
Berita perombakan kabinet mulai berembus. Walau belum ada kabar pasti, tetapi dalam susunan kabinet presidensial di negara kita, berita semacam itu merupakan isu politik yang digemari.
 
Beberapa tahun lalu isu perombakan kabinet selalu banyak diembuskan dari partai politik, baik yang mendukung kabinet apalagi yang ada di luar kabinet. Bagi partai pendukung, mereka merasa jatahnya di kabinet kurang, maka ada kesempatan untuk menambah jatah menteri. Bagi partai di luar kabinet, mereka senang karena siapa tahu diajak mendukung kabinet. Apalagi di dalam kabinet presidensial tak dikenal kelompok oposisi, tetapi disebut kelompok penyeimbang.

Oligarki Partai

Oligarki Partai

Boni Hargens

Dalam Kongres IV PDI Perjuangan di Bali (9-11 April 2015), Megawati Soekarnoputri kembali menjadi ketua umum.  Sebagian pengamat menuduh itu sebagai skenario mengekalkan patronase. Benarkah begitu?
Sebelumnya, dalam kongres luar biasa, 20 September 2014, Partai Gerindra menetapkan secara aklamasi Prabowo Subianto sebagai ketua umum. Apakah ini juga konfirmasi akan adanya patronase? 

Belum lama, 11-13 Mei 2015, dalam kongres di Surabaya, Susilo Bambang Yudhoyono kembali ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Padahal, dalam kongres luar biasa di Bali, Maret 2013, SBY berjanji hanya menjabat ketua umum pada masa transisi. Apakah ini model dinasti politik Cikeas?

Pansel Pemimpin KPK



Saldi Isra
KOMPAS Cetak | 26 Mei 2015 
Setelah menunggu dan melewati perdebatan cukup lama, akhirnya Presiden Joko Widodo menerbitkan keputusan presiden mengenai pembentukan Panitia Seleksi Calon Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Tidak seperti panitia seleksi yang lain, nama-nama mereka yang akan menyeleksi calon pemimpin lembaga anti rasuah ini diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi.

Meski diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi, fokus perhatian sebagian kalangan bukan pada titik ini, melainkan lebih pada pilihan semua nama panitia seleksi (pansel) yang diisi oleh tokoh perempuan. Hampir dapat dipastikan, tidak seorang pun yang menduga bahwa Jokowi akan hadir dengan pilihan yang tentunya dapat dikatakan berada di luar pakem komposisi sebuah panitia seleksi yang biasanya didominasi kaum adam.
Oleh karena itu, dalam batas penalaran yang wajar, tidak terlalu berlebihan seandainya banyak yang terkejut dengan komposisi pilihan ini. Namun, bagi saya, "sembilan srikandi" penentu masa depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini dapat dikatakan sebagai sebuah pilihan menarik yang disodorkan Presiden Jokowi. Bahkan, merujuk pro-kontra nama-nama yang muncul sebelum pengumuman Jokowi, pilihan ini sekaligus merupakan jalan keluar dari rebutan banyak kepentingan. 

Membaca Jokowi

Membaca Jokowi

kompas cetak Selasa, 28 April 2015 | 15:10 WIB

Oleh: Agus Suwignyo
JAKARTA, KOMPAS.com - Hanya dalam bulan-bulan pertama masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuat terkejut banyak pihak di dalam dan luar negeri. Sayangnya, kian hari kian terlihat bahwa keterkejutan itu cenderung berujung pada kekecewaan dan memupus tingkat kepercayaan publik akan kepemimpinannya.

Runtuhnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harga bahan bakar minyak dan nilai tukar rupiah yang turun-naik seperti yoyo, eksekusi hukuman mati terpidana kasus narkotika, dan pengenduran aturan remisi terpidana korupsi adalah sejumlah contoh kasus yang mengecewakan banyak kalangan. Tulisan ini mencoba membaca Jokowi dari sisi psikohistoris untuk meneropong karakteristik kepemimpinan dan pola pengambilan kebijakannya yang mengejutkan itu.

Merger BUMN


Koran SINDO
Kamis, 21 Mei 2015 − 10:24 WIB
Merger BUMN
Rhenald Kasali

Senin (18/5) sore Presiden Joko Widodo memanggil 119 petinggi BUMN ke Istana. Pertemuan itu bersifat tertutup. Ada apa?

Rupanya rapat itu membahas agenda pembentukan holding company (perusahaan induk) BUMN. Salah satu yang diminta cepat bergabung adalah BUMN pelabuhan, yakni PT Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV. Penggabungan ini menjadi penting mengingat rencana besar pemerintah untuk membangun ”tol laut”.

Ideologi Birokrasi di Indonesia

Ideologi Birokrasi di Indonesia
Koran SINDO
Senin, 25 Mei 2015 − 10:29 WIB

Ideologi Birokrasi di Indonesia

Indra J Piliang
Ketua Tim Ahli Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi

Pemikiran politik di Indonesia bisa juga digunakan terhadap birokrasi. Birokrasi, bagaimanapun, pernah begitu kuat mempengaruhi masa kolonial dan pasca kolonial, termasuk sebagai kekuatan politik utama.

Walau dijadikan sebagai entitas yang independen dan imparsial, birokrasi kenyataannya masih menjadi kekuatan utama yang bersinggungan dengan politik. Dalam era demokrasi, birokrasi ”dijauhkan” dari politik, dengan hanya memberikan hak memilih, bukan dipilih. Penting diingat bahwa Belanda menguasai Indonesia bukan lewat penguasaan teritorial berupa pengerahan tentara, melainkan melalui birokrasi.

Friday, May 22, 2015

Memimpin Kebangkitan

Memimpin Kebangkitan
Koran SINDO
Rabu,  20 Mei 2015  −  10:29 WIB

M Arief Rosyid Hasan

Kebangkitan tidak lahir dari mukjizat. Seperti berbagai gejala sosial lain dalam kehidupan masyarakat, ia adalah penjumlahan dari usaha-usaha setiap kekuatan sosial yang ada, untuk membawa hidup bersama kepada kondisi yang lebih baik, lebih adil dan makmur. 

Oleh para pemula kebangsaan yang tergabung dalam Boedi Oetomo, Sjarikat Islam, atau Indische Partij, politik etis yang diniatkan oleh pemerintah kolonial untuk membentuk elite akomodatif, dibelokkan menjadi upaya melahirkan kesadaran baru kebangsaan. Walau Indonesia masih hadir secara samarsamar, harapan atas hidup bersama yang merdeka dan adilmakmur tak berhenti diperjuangkan. 

Kebangkitan adalah mimpi bersama. Untuk mewujudkannya tentu butuh kepemimpinan. Namun, sebenarnya kita belum beranjak dari masa kanakkanak ketika apa yang memikat adalah harapan tentang hadirnya para pemimpin hebat, baik yang mitis maupun yang riil. Bahkan heboh mengenai kepemimpinan barangkali muncul dari ketidakberdayaan kita sendiri untuk mewujudkan citacita itu. 

Membentuk Negara Bangsa

DAOED JOESOEF

Kita telah menetapkan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Pada tanggal itu, 106 tahun lalu, dibentuk organisasi Boedi Oetomo, di gedung Stovia, satu lembaga pendidikan kedokteran pribumi (Indisch arts) di Batavia, dipelopori beberapa pemuda terdidik keilmuan dan tercerah (enlightened). Kegiatan terorganisasi para pendiri diarahkan ke satu masa depan yang bermuara pada pembentukan satu negara-bangsa yang merdeka melalui pendidikan.
Kini masa depan Indonesia, negara-bangsa kita, kian memburam, semakin jelas diwarnai gejala-gejala destruktif-entropis. Ada gaya pembangunan yang semakin liberalistis-ekstraktif. Ada pengabaian amanat pancasilais yang semakin marak dalam aksi pemerintahan. Ada unsur kontestasi politik dan rivalitas partai politik yang tidak sehat. Ada ancaman gerakan radikal-teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang tak terbendung lagi oleh ideologi deradikalisasi (Kompas, 6/5).

Membangun Fondasi Papua

Membangun Fondasi Papua

Kunjungan kerja Presiden Joko Widodo dan sepuluh menteri ke Papua menawarkan angin segar baru bagi masyarakat Papua yang sudah sekian dekade selalu ketinggalan dalam arus kemajuan dan pembangunan.
DIDIE SW
Selain meresmikan sejumlah proyek pembangunan berskala raksasa, seperti pembangunan jembatan Holtekamp di Jayapura, pembangunan industri petrokimia di Manokwari, proyek jaringan fiber optik Telkom di Sorong dan kawasan strategis pariwisata nasional, Presiden Jokowi juga menyatakan komitmennya untuk mempercepat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.

Mengatasi Merosotnya Industrialisasi

KRISTANTO

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun terakhir menunjukkan gejala melambat. Sektor yang diharapkan mampu mengangkat pertumbuhan adalah industri pengolahan. Akan tetapi, sektor ini pun kondisinya justru menunjukkan gejala penurunan. Perlu strategi industrialisasi baru yang terpadu untuk mendongkrak perekonomian.
Industri yang tumbuh baik saat ini adalah berbasis pertanian. Agribisnis sebagai megasektor-mulai makanan-minuman hingga energi terbarukan-secara total terus tumbuh, melebihi industri tekstil yang sepanjang sejarah Indonesia menjadi andalan peraih devisa dari ekspor. Meski demikian, tidak terlihat ada strategi industrialisasi nasional yang fokus kepada penguatan sektor-sektor yang menjadi kekuatan kompetitif dan komparatif Indonesia. Termasuk perhatian kepada sektor agribisnis yang menjawab persoalan saat ini, yaitu berbahan baku lokal, menyerap tenaga kerja tidak terdidik yang jumlahnya lebih separuh tenaga kerja, serta memeratakan kemakmuran antarwilayah, antarpulau, dan kota-desa.

Evaluasi Kinerja Kementerian

Evaluasi Kinerja Kementerian

Isu mengenai reshuffle kabinet yang semakin keras disuarakan sejatinya merupakan hilir dari berbagai situasi sosial dan politik yang berkelindan dengan berbagai kebijakan publik pemerintah yang dinilai tak cukup efektif untuk menyelesaikan berbagai permasalahan publik.
Sengaja tulisan ini menggunakan pilihan kata evaluasi kinerja "kementerian" dan bukan hanya "menteri" dalam perspektif sistem pemerintahan didasarkan  atas alasan-alasan berikut.

Birokrasi dan Pembangunan

EKO PRASOJO

Akhir-akhir ini sejumlah kalangan mendengungkan pentingnya Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet. Desakan ini didasarkan pada kinerja pemerintahan yang tidak terlalu memuaskan.
Tulisan ini tidak hendak menyoal mengenai penting atau tidak pentingnyareshuffle, tetapi berusaha menjelaskan berbagai persoalan yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tujuan pembangunan, khususnya peran birokrasi, yang mungkin luput dari perhatian.
Birokrasi merupakan mesin pembangunan yang memainkan peranan vital, strategik, dan kritikal. Bahkan, sebaik apa pun program pembangunan yang telah ditetapkan pemerintah, tanpa didukung oleh birokrasi yang kapabel, memiliki kultur yang baik dan adaptif terhadap perubahan, akan stagnan. Bagaimana kondisi birokrasi Indonesia untuk mendukung fungsi dan tujuan-tujuan pembangunan?

Praperadilan-praperadilan

Praperadilan-praperadilan

Kontroversi mengenai kewenangan lembaga praperadilan dalam memutus status penetapan tersangka berujung di palu sidang hakim Mahkamah Konstitusi.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 laksana kejutan yang menghebohkan lapangan hukum pidana Indonesia. MK memperluas obyek praperadilan di dalam KUHAP dengan menambahkan penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Di mata publik bergulirlah semacam akal sehat yang seakan-akan menguatkan putusan hakim Sarpin Rizaldi, yang sebelumnya bertindak mengabulkan gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan dan menjadi pemicu banyaknya pengajuan gugatan praperadilan terhadap status tersangka yang kemungkinan besar dimanfaatkan pelaku tindak pidana korupsi.
Ada dua pertimbangan yang mesti dicermati dari putusan MK ini. Pertama, hak dan martabat seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka memang berpotensi dirampas melalui tindakan subyektif penyidik yang melampaui kewenangan. Kedua, pada kondisi itu tak ada kesempatan menguji tafsir subyektif dari tindakan penyidik dalam hal menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Pilkada Serentak dan Ancaman Kebencian

ALAMSYAH M DJA’FAR

Di pengujung tahun ini, 269 daerah di Indonesia menggelar pemilihan kepala daerah serentak tahap pertama: 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten. Sisanya digelar Februari 2016 untuk tahap kedua dan Juni 2018 untuk tahap ketiga.
Jumlah daerah pada tahap pertama mencapai 53 persen dari 537 provinsi dan kabupaten atau kota di seluruh Indonesia.
Hajatan politik ”borongan” ini merupakan pengalaman baru bagi Indonesia, bahkan dunia. Begitulah kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik beberapa bulan lalu. Jadi, kita memang masih meraba-raba bagaimana praktiknya nanti. Apalagi, capaian dan tantangan pilkada serentak ini belum pernah ada presedennya.

Indonesia di Mata Lee Kuan Yew

BOEDIONO

Sebelum wafat, Lee Kuan Yew sempat merilis buku terakhirnya yang berjudul One Man’s View of the World. Di situ beliau memaparkan penilaiannya mengenai sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Tulisan ini saya maksudkan bagi Anda yang belum sempat membaca buku tersebut. Sekali-sekali ada baiknya kita tinggalkan cermin, dan menyimak pandangan orang lain mengenai diri kita, apalagi pandangan tokoh sepenting Lee Kuan Yew. Mendengar orang lain membuat kita arif. Lee Kuan Yew adalah tokoh yang kontroversial, terutama—saya harus katakan—di kawasan ini. Pandangannya mengenai isu-isu strategis regional maupun global tajam dan mendasar. Gayanya yang langsung dan lugas memang tidak selalu berkenan di hati semua orang. Kenyataannya, tidak sedikit pemimpin dunia yang menyimak pendapatnya.

Monday, May 18, 2015

Melawan Gerontokrasi


Koran SINDO
Rabu, 6 Mei 2015 − 08:46 WIB
Raja J Antoni
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII); Meraih Doktor dari School of Political Science and International Studies, the University of Queensland, Australia @AntoniRaja



Dunia politik kita didominasi oleh para politisi sepuh yang kian enggan lengser ke prabon. Mereka enggan memberikan kesempatan regenerasi politik.

Kita terjangkit penyakit politik bernama gerontokrasi yang dulu pernah menyerang Prancis pada abad ke-19. Secara sederhana gerontokrasi (Inggris: gerontocracy; Prancis: gerontrocatie) dapat diartikan sebagai kekuasaan politik yang didominasi dan dikontrol oleh orang-orang lanjut usia. Gerontokrasi baru muncul sebagai kosakata dalam ilmu sosial politik setelah Jean- Jacques Fazy menerbitkan artikel pada sebuah pamflet politik pada 1828.

Melampaui Teknokrasi Ekonomi


Koran SINDO
Kamis, 7 Mei 2015 − 08:39 WIB  

Airlangga Pribadi Kusman
Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga, Kandidat PhD Asia Research Center Murdoch University


Demokrasi membawa kebijaksanaan politik baru, bahwa melampaui sekadar memilih pemimpin secara demokratis, suara dan pendapat warga harus dilibatkan dalam proses pengelolaan negara.

Kendati demikian, di tengah keinsyafan tentang pentingnya kehendak rakyat, sebuah persepsi dominan masih tertanam kuat ketika berhubungan dengan perumusan kebijakan dalam wilayah ekonomi yakni serahkan persoalan pada bidang di atas pada ahlinya yakni kaum teknokrat.

Akibatnya di wilayah sosial-ekonomi–ranah paling vital dari kehidupan publik– hubungan antara negara dan masyarakat sipil tidak dibangun berdasarkan proses demokrasi dan partisipasi, namun dibentuk oleh asumsi-asumsi saintifik dengan jargon-jargon kaum teknokrat yang semakin menjauhkan warga negara terlibat memengaruhi proses kebijakan yang terkait dengan hajat hidup mereka.

Dialektika Mega-Jokowi


Koran SINDO
Jum'at, 1 Mei 2015 − 07:50 WIB
Dialektika Mega Jokowi
Muhammad Takdir
Tajuk KORAN SINDO berjudul ”Megawati dan Jokowi ” (13/4/2015) menyajikan banyak hal. Anomali intrik kekuasaan yang ditata serampangan.

Presiden yang rikuh dan Megawati yang dominan. Semua dikemas dalam sorotan media penuh interpretasi. Publik pun dibuat curious, menganga dan bertanya-tanya. Ada apa sesungguhnya di antara kedua tokoh politik satu partai ini? KORAN SINDO memberikan kritik halus yang penting diperhatikan. Jokowi dan Megawati disarankan kembali duduk bersama.

Keduanya mesti mendiskusikan platform politik Nawacita yang dulu mereka tawarkan sepanjang kampanye. Kesenjangan das sein dan das solen selama lima bulan terakhir ini telah menggerogoti wibawa Presiden.

Menurunkan rating kredibilitas Presiden Jokowi yang disanjung setinggi langit selama musim kampanye. Lebih fatal lagi, serangkaian blunder kebijakan yang dibuat menjadikannya teralienasi dari konstituennya, termasuk PDIP, pilar politik yang memperjuangkannya.

Perlambatan Ekonomi & Countercyclical-Policy


Koran SINDO
Senin, 11 Mei 2015 − 09:32 WIB

Prof Firmanzah PhD

Setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2015 yang jauh di bawah target pemerintah, yaitu sebesar 4,71%, pertanyaan berikutnya, what next,akan sangat tergantung dari kesigapan pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang bersifat countercyclical.

Kebijakan ekonomi countercyclical sangat dibutuhkan saat ini dan ditujukan untuk melawan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, paket kebijakan ekonomi dapat mencegah perlambatan lebih dalam ekonomi nasional di tengah perlambatan perekonomian kawasan dan global.

Paket kebijakan countercyclical dapat difokuskan untuk mempertahankan daya beli masyarakat, mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), stimulus pajak agar industri dan dunia usaha lebih bergairah, memperbesar belanja negara, meningkatkan gaji pegawai negeri, dan memperkuat daya tahan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Praperadilan di Indonesia


Koran SINDO
Senin, 18 Mei 2015 − 11:06 WIB

Romli Atmasasmita

Persoalan serius dalam sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia pascaputusan praperadilan perkara BG dan IAS adalah ketentuan mengenai praperadilan, tidak lagi ketentuan mengenai hukum pembuktian semata-mata karena putusan praperadilan dapat mencegah ketidakadilan pencari keadilan dari tindakan sewenang-wenang penyidik.

Putusan praperadilan, sekalipun bukan forum pembuktian atas kesalahan terdakwa, memiliki nilai HAM tertinggi dibandingkan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ketentuan praperadilan dimasukkan dalam KUHAP Tahun 1981 sejatinya merupakan upaya para ahli hukum yang diinisiasi antara lain oleh, Adnan Buyung Nasution, pengacara terkemuka ketika itu, petinggi Polri seperti Awaludin Djamin dan Purwoto Gandasubrata (almarhum) serta Ketua MA dan Kejaksaan.

Momentum Pembubaran Petral

Momentum Pembubaran Petral

Ikon jumlah hit

Perintah Presiden mengaudit anak perusahaan Pertamina, Petral, membangun harapan akan pemberantasan korupsi di sektor energi.

Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) adalah anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang ditugasi jual beli minyak mentah dan produk minyak milik Pertamina. Dalam praktik, Petral dan anak perusahaannya, Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES), memasok sekitar sepertiga kebutuhan minyak Pertamina setiap hari. Sisanya diproduksi Pertamina di dalam negeri. 

Masalah Kepemimpinan Parpol

Masalah Kepemimpinan Parpol

Beberapa bulan lalu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebagai partai berkuasa telah menggelar kongres yang mengukuhkan kembali Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umumnya.
Demikian pula dengan Partai Amanat Nasional (PAN), di mana Zulkifli Hasan sebagai kandidat penantang mengalahkan petahana Hatta Rajasa. Partai Bulan Bintang (PBB) juga telah selesai menggelar muktamar dengan ketua umum terpilih Yusril Ihza Mahendra.

Sementara dua partai politik, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golongan Karya (Golkar), terbelah dalam dualisme kepengurusan dalam versi kongres yang berbeda-beda. Bulan ini, Partai Demokrat menggelar kongres, di mana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih menjadi ketua umum. Apa yang bisa digarisbawahi dari fenomena kongres-kongres parpol?

Saturday, May 16, 2015

Memeritokrasi Aklamasi Parpol

 Fenomena ini tampaknya akan terus dilanjutkan Partai Demokrat dalam Kongres di Surabaya pada 11-13 Mei.
Share
/
Salah satu problem terbesar partai politik (parpol) di Tanah Air adalah mandeknya sirkulasi regenerasi. Parpol masih dihiasi wajah lama di struktural parpol. Hal yang paling kentara adalah proses pemilihan ketua umum parpol yang acap kali dilaksanakan secara aklamasi. Fenomena aklamasi sudah tidak lagi bersemayam di lingkaran partai veteran, seperti Golkar dan PDIP. Namun, ini sudah menjalar ke partai-partai yang notabene masih seumuran jagung dalam perpolitikan Indonesia.

Fenomena ini tampaknya akan terus dilanjutkan Partai Demokrat dalam Kongres di Surabaya pada 11-13 Mei. Kuatnya suara kader yang dialamatkan kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengindikasikan bahwa aklamasi tidak dapat dihindarkan. Meskipun ada desas-desus Marzuki Alie akan mencalonkan diri sebagai calon ketua umum, itu tampaknya harus dikubur dalam-dalam karena SBY masih menginginkan kursi nomor satu di internal parpol berlambang Mercy tersebut.

Isra Miraj, Membangun Pendidikan yang Toleran


Isra Miraj, Membangun Pendidikan yang Toleran

Sekolah harus menjadi sumber lahirnya rasa aman dan rasa bahagia, jangan sampai ada kebencian.
Share
Antara / Foto
DAKWAH-Ummi Pipik yang juga istri almarhun Ustaz Jeffi memberikan dakwah umum bertemakan indahnya syukur di lapangan Blangpadang, Banda Aceh, Aceh, Rabu (13/5). Dakwah umum oleh Ummi Pipik dan KH Ust Erick Yusuf yang dihadiri ribuan warga tersebut dalam rangka memperingati HUT ke-810 Kota Banda Aceh dan Isra Miraj.
Peringatan Isra’ Miraj 2015 menjadi momentum sangat strategis bagi dunia pendidikan di Indonesia untuk membangun pendidikan toleran. Isra’ Miraj bukan sekadar acara seremonial, melainkan refleksi kritis untuk menemukan kembali saripati ajaran beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangat tepat kalau dijadikan spirit menemukan strategi baru dalam melahirkan kehidupan yang toleran-transformatif. 

PAN dengan Nyawa Baru

KOLOM

PAN dengan Nyawa Baru
Friday, 15 May 2015, 06:00 WIB

Republika/Daan
Nasihin Masha
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nasihin Masha

Pada Kamis (7/5) malam, Partai Amanat Nasional (PAN) menggelar pelantikan kepengurusan yang baru, periode 2015-2020. Acaranya digelar di Balai Sudirman. Tempat ini relatif mewah dan biasa digunakan untuk acara pernikahan kelas atas. Memang tempat ini tak semewah Jakarta Convention Center.

Salah satu keistimewaan acara ini adalah karena dihadiri hampir oleh semua pimpinan partai. Ini untuk kali pertama terjadi sejak terbelah ke dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Friday, May 15, 2015

Evaluasi Moratorium Hutan

Evaluasi Moratorium Hutan

Hingga menjelang berakhirnya masa berlaku Inpres No 6/2013 tentang Perpanjangan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (Inpres Moratorium) 13 Mei 2015, belum ada tanda-tanda Presiden segera memperpanjang inpres ini. 

Jika Presiden Jokowi tak segera memperpanjang inpres ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), gubernur, serta bupati dapat menerbitkan izin pembukaan lahan dan alih fungsi hutan primer dan lahan gambut baru karena tidak ada lagi larangan bagi mereka untuk mengeluarkan izin sebagaimana termuat dalam Inpres Moratorium. Oleh karena itu, sangat berbahaya bagi keselamatan hutan primer dan lahan gambut jika Presiden terlambat memperpanjang inpres yang dikeluarkan Presiden SBY ini.

Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun

Disahkannya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, melegitimasi kehadiran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. 

BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian, sementara BPJS Kesehatan hanya mengelola Jaminan Kesehatan.
Kehadiran JP sebagai program wajib bagi semua pekerja diharapkan menjadi instrumen perlindungan riil bagi pekerja ketika memasuki masa pensiun, sesuai amanat Pasal 39 Ayat (2) UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan, "Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap".

Setelah Prahara Mei 1998

Setelah Prahara Mei 1998

Menjelang akhir 1997, krisis keuangan hampir serempak melanda Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan. Nilai rupiah terjun bebas 15 persen hanya dalam kurun waktu lima bulan.

Pada awal Januari 1998, Presiden Soeharto menandatangani kesepakatan dengan Michel Camdessus dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan menyetujui dana talangan 40 miliar dollar AS guna menyelamatkan ekonomi Indonesia.

Keabsahan Presiden Soeharto-yang berkuasa sejak 1968- mulai dipertanyakan. Situasi perekonomian memburuk. Beberapa menteri dalam Kabinet Pembangunan VII mulai berbisik, mempertanyakan perlunya Presiden mempertimbangkan untuk mundur.