Friday, October 30, 2015

Membendung Gelombang PHK

  KORAN JAKARTA|  Rabu, 21 Oktober 2015  02:00:10





Foto: KORAN JAKARTA/ONES

Oleh Achmad Maulani
Rasanya terlalu tergesa-gesa dan cenderung reaksioner ketika Presiden Jokowi mengatakan tidak ada PHK dalam kondisi perekonomian saat ini. Ini bertolak belakang dengan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ada PHK 43.000 orang lebih. Angka September itu naik 65% dari 26.500 korban PHK per Agustus 2015.
Sejumlah pemerintah daerah juga telah melaporkan angka PHK. DKI Jakarta 1.546 orang, Banten (7.294), Jawa Barat (7.779), Jawa Tengah (3.370), Jawa Timur (5.630), Sumatera Utara (398), Kepulauan Riau (6.347), dan Kalimantan Timur (10.721).

Di saat bersamaan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaaan mencapai 1,9 triliun rupiah dari 200 ribu orang yang mengajukan pencairan. Pencairan dilatarbelakangi problem himpitan ekonomi. 


Apa makna deretan angka dan fakta ini? Di tengah pelambatan perekonomian nasional, yang juga dialami hampir setiap negara, angka PHK akan terus meroket. Ini  sulit dibendung bila  pemerintah tidak sungguh-sungguh mengeluarkan kebijakan yang mampu menggerakkan roda ekonomi.

Peluncuran Paket Kebijakan Jilid IV sebagai salah satu solusi mengantisipasi dan membendung PHK tentu patut diapresiasi.  Hanya,  paket kebijakan yang lebih berfokus soal deregulasi perizinan, investasi, dan daya saing di sektor industri tersebut juga harus terintegrasi serta  menyentuh sektor ketenagakerjaan.

Untuk membendung laju PHK banyak  langkah bisa dilakukan. Di antaranya, pemerintah perlu memberi subsidi memadai bagi industri padat karya dan berkandungan lokal tinggi. Ini secara langsung akan berefek pada penyerapan tenaga kerja di berbagai daerah.

Langkah ini merupakan upaya jangka pendek paling efektif untuk menghindari efek bola salju PHK dan ledakan pengangguran. Program padat karya harus jelas bentuk, model, dan operasionalnya agar daerah cepat mengeksekusi. Subsidi pada industri padat karya bisa menjadi pilihan tepat karena selama satu dekade terakhir tampak sekali terjadi deindustrialisasi.  

Tahun 2013 sumbangan industri manufaktur pada produk domestik bruto (PDB) masih pada kisaran angka 30%. Angkanya merosot dua tahun kemudian 20%. Maka, salah satu wujud nyata implementasi paket ekonomi harus mendukung sepenuhnya industri yang tidak mem-PHK. Jadi, perusahaan tak tutup.

Langkah lainnya  memberi daya hidup dan keberpihakan pada usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan berbagai paket regulasi. UMKM inilah yang diharapkan mampu menjadi pengaman pasar, paling tidak di sekitar lokasi usaha masing-masing.

Dengan jumlah industri kecil menengah 56,53 juta unit, sektor ini mampu menjadi katup pengaman krisis dan pelampung masalah ketenagakerjaan. Keberadaannya terbukti mampu menyerap 97,2% dari total angkatan kerja. Hanya, problem besar ternyata juga mengadang UMKM. Di antaranya,  persebaran yang tidak merata, penetrasi pasar global, sinergitas dengan usaha skala besar, hingga soal mekanisme pasar yang kadang tidak sehat.

Salah satu pekerjaan rumah terberat meminimalisasi ketimpangan sebaran industri kecil menengah. Dari 62,3% total industri kecil nasional berada di Jawa. Perlu langkah inovatif menumbuhkan sentra-sentra industri kecil menengah luar jawa.

Melindungi

Menghadapi penetrasi pasar global dan mekanisme pasar yang kadang tak sehat dan kurang adil, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh sebagai upaya pengembangan UMKM. Contoh, sumber daya lokal  harus dijadikan basis utama. Kemudian, perlu pembentukan infrastruktur pendamping membantu UMKM menghadapi lembaga pembiayaan, mengadopsi teknologi, serta mengakses pasar luas.

Diperlukan juga  lembaga penjamin kredit karena rendahnya aksesibilitas industri kecil menengah lantaran ketiadaan agunan.  Penggunaan teknologi berbasis pengetahuan lokal harus dilakukan pemerintah bersama perguruan tinggi. Sebab  ketergantungan pada  teknologi asing akan membebani biaya tinggi dan kadang tidak tepat guna. Perlu meningkatkan promosi produk lokal ke perdagangan internasional.

Peranan lembaga penyalur pembiayaan seperti bank diharapkan  bisa membantu  permodalan yang seringkali menjadi kendala utama sektor UMKM. Bank jangan mempersulit kredit. UMKMbermodal kuat akan menjadi kekuatan besar bangsa  di tengah pelambatan ekonomi dunia, termasuk menghadapi pasar ASEAN.

Maka, ketika kini industri kecil dihadapkan pada tantangan  persaingan dan kompetisi, tentu  pemerintah harus berada di garda terdepan melindungi mereka. Di sinilah sesungguhnya peran profetis dan keberpihakan negara dalam melindungi warga.

Pelambatan ekonomim dan ancaman gelombang PHK bisa diantisipasi sejak dini dengan negara menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mobilisasi ekonomi seluruh lapisan masyarakat, mengidentifikasi seluruh sumberdaya negara untuk selanjutnya dipergunakan demi kemakmuran bersama. Dalam kondisi ini pula negara juga harus berperan untuk melindungi, mengawasi, dan mencegah terjadinya perilaku ekonomi yang dipandang merugikan bagi sebagian kelompok masyarakat.

Di luar itu semua, langkah nyata yang harus dilakukan untuk membangun fundamen ekonomi yang kuat di masa depan adalah dengan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah, meningkatkan integrasi dan interkonektivitas seluruh wilayah di Indonesia sehingga terjadi pemerataan pembangunan. Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah komitmen negara untuk memastikan seluruh program yang dicanangkan, apapun bentuknya, berjalan secara terpadu.

Negara harus mampu memetakan betul berbagai persoalan baik di hilir maupun hulu. Segala insentif kebijakan yang dibuat pun harus disusun secara baik dan menyentuh semua kelompok kepentingan. Semua kelembagaan ekonomi yang sudah ada harus mempunyai peta jalan yang jelas, detail, terukur, serta ditegakkan secara penuh.

Terakhir, berbagai belitan persoalan ekonomi yang saat ini terjadi tak bisa mengandalkan kebijakan parsial. Perlu komitmen kuat dan suatu formula, inovasi, serta terobosan baru mulai dari perubahan paradigma kebijakan pembangunan, ditopang kelembagaan yang mapan, infrastruktur dan insentif yang mendukung, serta pengawasan yang ketat dalam implementasi di lapangan.
Penulis Kandidat Doktor Universitas Indonesia

No comments:

Post a Comment