 Foto: KORAN JAKARTA/ONES
Oleh Achmad Maulani
Rasanya
terlalu tergesa-gesa dan cenderung reaksioner ketika Presiden Jokowi
mengatakan tidak ada PHK dalam kondisi perekonomian saat ini. Ini
bertolak belakang dengan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
ada PHK 43.000 orang lebih. Angka September itu naik 65% dari 26.500
korban PHK per Agustus 2015.
Sejumlah
pemerintah daerah juga telah melaporkan angka PHK. DKI Jakarta 1.546
orang, Banten (7.294), Jawa Barat (7.779), Jawa Tengah (3.370), Jawa
Timur (5.630), Sumatera Utara (398), Kepulauan Riau (6.347), dan
Kalimantan Timur (10.721).
Di
saat bersamaan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaaan mencapai 1,9
triliun rupiah dari 200 ribu orang yang mengajukan pencairan. Pencairan
dilatarbelakangi problem himpitan ekonomi.
Apa
makna deretan angka dan fakta ini? Di tengah pelambatan perekonomian
nasional, yang juga dialami hampir setiap negara, angka PHK akan terus
meroket. Ini sulit dibendung bila pemerintah tidak sungguh-sungguh
mengeluarkan kebijakan yang mampu menggerakkan roda ekonomi.
Peluncuran
Paket Kebijakan Jilid IV sebagai salah satu solusi mengantisipasi dan
membendung PHK tentu patut diapresiasi. Hanya, paket kebijakan yang
lebih berfokus soal deregulasi perizinan, investasi, dan daya saing di
sektor industri tersebut juga harus terintegrasi serta menyentuh sektor
ketenagakerjaan.
Untuk
membendung laju PHK banyak langkah bisa dilakukan. Di antaranya,
pemerintah perlu memberi subsidi memadai bagi industri padat karya dan
berkandungan lokal tinggi. Ini secara langsung akan berefek pada
penyerapan tenaga kerja di berbagai daerah.
Langkah
ini merupakan upaya jangka pendek paling efektif untuk menghindari efek
bola salju PHK dan ledakan pengangguran. Program padat karya harus
jelas bentuk, model, dan operasionalnya agar daerah cepat mengeksekusi.
Subsidi pada industri padat karya bisa menjadi pilihan tepat karena
selama satu dekade terakhir tampak sekali terjadi deindustrialisasi.
Tahun
2013 sumbangan industri manufaktur pada produk domestik bruto (PDB)
masih pada kisaran angka 30%. Angkanya merosot dua tahun kemudian 20%.
Maka, salah satu wujud nyata implementasi paket ekonomi harus mendukung
sepenuhnya industri yang tidak mem-PHK. Jadi, perusahaan tak tutup.
Langkah
lainnya memberi daya hidup dan keberpihakan pada usaha mikro kecil
menengah (UMKM) dengan berbagai paket regulasi. UMKM inilah yang
diharapkan mampu menjadi pengaman pasar, paling tidak di sekitar lokasi
usaha masing-masing.
Dengan
jumlah industri kecil menengah 56,53 juta unit, sektor ini mampu
menjadi katup pengaman krisis dan pelampung masalah ketenagakerjaan.
Keberadaannya terbukti mampu menyerap 97,2% dari total angkatan kerja.
Hanya, problem besar ternyata juga mengadang UMKM. Di antaranya,
persebaran yang tidak merata, penetrasi pasar global, sinergitas dengan
usaha skala besar, hingga soal mekanisme pasar yang kadang tidak sehat.
Salah
satu pekerjaan rumah terberat meminimalisasi ketimpangan sebaran
industri kecil menengah. Dari 62,3% total industri kecil nasional berada
di Jawa. Perlu langkah inovatif menumbuhkan sentra-sentra industri
kecil menengah luar jawa.
Melindungi
Menghadapi
penetrasi pasar global dan mekanisme pasar yang kadang tak sehat dan
kurang adil, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh sebagai upaya
pengembangan UMKM. Contoh, sumber daya lokal harus dijadikan basis
utama. Kemudian, perlu pembentukan infrastruktur pendamping membantu
UMKM menghadapi lembaga pembiayaan, mengadopsi teknologi, serta
mengakses pasar luas.
Diperlukan
juga lembaga penjamin kredit karena rendahnya aksesibilitas industri
kecil menengah lantaran ketiadaan agunan. Penggunaan teknologi berbasis
pengetahuan lokal harus dilakukan pemerintah bersama perguruan tinggi.
Sebab ketergantungan pada teknologi asing akan membebani biaya tinggi
dan kadang tidak tepat guna. Perlu meningkatkan promosi produk lokal ke
perdagangan internasional.
Peranan
lembaga penyalur pembiayaan seperti bank diharapkan bisa membantu
permodalan yang seringkali menjadi kendala utama sektor UMKM. Bank
jangan mempersulit kredit. UMKMbermodal kuat akan menjadi kekuatan besar
bangsa di tengah pelambatan ekonomi dunia, termasuk menghadapi pasar
ASEAN.
Maka,
ketika kini industri kecil dihadapkan pada tantangan persaingan dan
kompetisi, tentu pemerintah harus berada di garda terdepan melindungi
mereka. Di sinilah sesungguhnya peran profetis dan keberpihakan negara
dalam melindungi warga.
Pelambatan
ekonomim dan ancaman gelombang PHK bisa diantisipasi sejak dini dengan
negara menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mobilisasi ekonomi
seluruh lapisan masyarakat, mengidentifikasi seluruh sumberdaya negara
untuk selanjutnya dipergunakan demi kemakmuran bersama. Dalam kondisi
ini pula negara juga harus berperan untuk melindungi, mengawasi, dan
mencegah terjadinya perilaku ekonomi yang dipandang merugikan bagi
sebagian kelompok masyarakat.
Di
luar itu semua, langkah nyata yang harus dilakukan untuk membangun
fundamen ekonomi yang kuat di masa depan adalah dengan menciptakan
pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah, meningkatkan integrasi dan
interkonektivitas seluruh wilayah di Indonesia sehingga terjadi
pemerataan pembangunan. Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah
komitmen negara untuk memastikan seluruh program yang dicanangkan,
apapun bentuknya, berjalan secara terpadu.
Negara
harus mampu memetakan betul berbagai persoalan baik di hilir maupun
hulu. Segala insentif kebijakan yang dibuat pun harus disusun secara
baik dan menyentuh semua kelompok kepentingan. Semua kelembagaan ekonomi
yang sudah ada harus mempunyai peta jalan yang jelas, detail, terukur,
serta ditegakkan secara penuh.
Terakhir,
berbagai belitan persoalan ekonomi yang saat ini terjadi tak bisa
mengandalkan kebijakan parsial. Perlu komitmen kuat dan suatu formula,
inovasi, serta terobosan baru mulai dari perubahan paradigma kebijakan
pembangunan, ditopang kelembagaan yang mapan, infrastruktur dan insentif
yang mendukung, serta pengawasan yang ketat dalam implementasi di
lapangan.
Penulis Kandidat Doktor Universitas Indonesia
|
No comments:
Post a Comment