Friday, October 30, 2015

Satu Tahun 'Jokowinomi

Kedaulatan Rakyat, Sabtu, 31 Oktober 2015

Drs Y Sri Susilo MSi
'JOKOWINOMICS' merupakan istilah yang penulis gunakan untuk kebijakan ekonomi yang telah dijalankan Pemerintahan Jokowi. Dan apa yang dilakukan pada awal, cukup menarik. Seperti menghapus/mengurangi subsidi BBM di awal Januari 2015. Kebijakan yang tidak populer berani diambil Presiden Jokowi. Subsidi BBM yang hampir mencapai Rp 300 triliun pertahun dikurangi secara signifikan dan dialihkan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi serta subsidi untuk kesejahteraan rakyat (khususnya sektor pendidikan dan kesehatan).

Subsidi BBM akhirnya memang harus dihapus karena alasan yang rasional. Pertama, subsidi BBM tidak tepat sasaran. Masyarakat yang berpenghasilan tinggi menikmati subsidi BBM lebih besar. Kedua, subsidi menyebabkan harga BBM lebih rendah dan mendorong masyarakat mengkonsumsi secara berlebihan (overconsumption). '


Pemerintahan Jokowi melakukan reformasi tata kelola industri minyak dan gas bumi (migas). Terkait hal tersebut, dibentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri. Upaya peningkatan penerimaan pajak dilakukan dengan berbagai cara, termasuk memberikan insentif kepada aparat pajak. Tata kelola dalam prosedur ekspor dan impor di pelabuhan juga direformasi, sejumlah regulasi dipangkas agar arus barang menjadi lebih cepat dan efisien.

Sejak awal 2015, kondisi perekonomian global sedang mengalami penurunan. Kondisi tersebut juga berpengaruh terhadap kondisi perekonomian domestik. Permintaan terhadap produk ekspor Indonesia mengalami penurunan. Harga produk primer (tambang dan hasil hutan) di pasar dunia juga sedang menurun. Pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya akan mencapai kisaran 4,7-5,4% atau lebih rendah dibanding proyeksi awal 5,2-5,8%.

Tantangan lain yang dihadapi Pemerintahan Jokowi adalah menurunnya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS. Dan di awal pemerintahan Jokowi sering terjadi 'gangguan' atau suara 'berisik' dari parlemen, khususnya dari koalisasi yang kalah pada saat Pemilihan Presiden. Sebagian menteri di bidang ekonomi ternyata yang kurang mampu menerjemahkan dan mengimplementasikan Jokowinomics.

Masuknya Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian dan Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman menjadikan komposisi anggota kabinet bidang ekonomi semakin kuat dan kompeten. Kedua tokoh tersebut mempunyai kemampuan ekonomi makro yang mumpuni serta mempunyai pandangan visioner dan berwawasan luas. Dalam komposisi Kabinet Kerja sebelum direshuffle, belum ada anggota kabinet yang mempunyai kompetensi seperti kedua tokoh tersebut.

Koordinasi pemerintahan Jokowi dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter  dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berjalan dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan pada saat Pemerintahan Jokowi mengeluarkan Paket September Jilid I s/d Jilid V. Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk menghadapi krisis ekonomi global, termasuk depresiasi rupiah. Dengan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I diharapkan roda ekonomi dapat berputar kembali dengan lebih cepat. Selanjutnya Paket Kebijakan Jilid II ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan cadangan devisa. Dalam paket ini, pemerintah juga akan mempercepat proses pemberian tax allowance dan tax holiday.

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III mencakup tiga wilayah kebijakan: Pertama, penurunan tarif listrik dan harga BBM serta gas. Kedua, perluasan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ketiga, penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal. Sekali lagi, paket kebijakan ini ditujukan untuk mengatasi dampak pelemahan ekonomi yang tengah melilit perekonomian Indonesia. Kabinet Jokowi juga merilis Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV. Kebijakan lebih difokuskan pada persoalan upah buruh, Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga lembaga pembiayaan ekspor. Kemudian pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid V yang memberikan insentif pajak untuk perusahaan yang melakukan revaluasi asset (KR, 23/07/15).

Secara objektif harus diakui kinerja kabinet ekonomi belum optimal. Artinya, Jokowinomics belum dapat bekerja optimal. Salah satu hal yang menonjol nampak lemahnya koordinasi antarkementerian sehingga masih terdapat beberapa kebijakan yang tumpang tindih. Presiden Jokowi harus meningkatkan komunikasi dan koordinasi dalam manajemen Kabinet Kerja. Evaluasi terhadap kinerja menteri harus dilakukan dan hasilnya dapat gunakan untuk pengambilan keputusan perlu atau tidaknya Reshuffle Kabinet Kerja Jilid II.
(Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi UAJY, Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta & Peneliti INSPECT Yogyakarta)

 

No comments:

Post a Comment