Sunday, August 30, 2015

Tantangan Geopolitik 70 Tahun RI

Rizal Sukma

Perkembangan kawasan Asia Pasifik belakangan ini semakin menegaskan perubahan dan transformasi strategis di lingkungan internasional Indonesia. Pergeseran pusat gravitasi geopolitik dan geo-ekonomi dunia ke kawasan ini merupakan aspek yang paling nyata dari transformasi tersebut.

Indonesia sebagai negara yang secara geografis berada di pusat Asia Pasifik akan dihadapkan pada sejumlah tantangan geopolitik yang rumit, yang bersumber dari tiga kecenderungan penting di kawasan ini.

Pertama, kebangkitan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai kekuatan pesaing dan pengimbang Amerika Serikat semakin nyata. Peran dan pengaruh RRT sebagai kekuatan besar di kawasan juga makin terasa. Sementara itu, sebagai adidaya global, AS tetap akan mempertahankan supremasinya di kawasan.

Masa depan Asia Pasifik akan banyak dipengaruhi bagaimana kedua kekuatan besar ini menge- lola hubungan strategis mereka. Memosisikan diri secara tepat di antara dua raksasa ini menjadi tantangan bagi Indonesia.

Dasar-dasar Kemajuan Bangsa

Sayidiman Suryohadiprojo

Pada 9 Agustus lalu, Singapura memperingati HUT ke-50 sebagai bangsa merdeka. Bangsa Singapura membanggakan diri sebagai salah satu masyarakat yang berhasil mencapai kemajuan paling menonjol di antara bangsa-bangsa di dunia.
Dalam 50 tahun itu, Singapura berhasil meningkatkan penghasilan dari 500 dollar AS per kapita pada 1965 ke 55.000 dollar AS pada 2015, peningkatan yang 110 kali lipat. Kemajuan lain adalah sangat menurunnya kematian anak balita dan berkembangnya pendidikan bermutu bagi seluruh bangsa. Juga pemilikan rumah semua penduduk amat tinggi. Semua itu menunjukkan prestasi spektakuler dan dirasakan merata seluruh bangsa.

Keluar dari Belitan Krisis

ANALISIS EKONOMI 

A Prasetyantoko

Krisis selalu berulang dengan pola sama meski pemicunya berbeda. Namun, para pengambil kebijakan cenderung menolaknya, dengan mengatakan kali ini pemicunya berbeda. Melalui bukunya, This Time is Different (2009), Carmen M Reinhart dan Kenneth Rogoff mengingatkan sikap penolakan ini sebagai ilusi berbahaya. Kendati transmisi dan penggeraknya berbeda, krisis selalu punya akar masalah sama.

Namun, tak berarti gejolak nilai tukar dan dinamika pasar modal dewasa ini akan berujung sama seperti 1998. Bahkan, dibandingkan tahun 2008, ada banyak perbedaan sehingga respons kebijakannya pun tak bisa disamakan.

Saturday, August 29, 2015

Mengapa Parpol Baru?


"Future generations are not going to ask us what political party were you in. They are going to ask what did you do about it, when you knew the glaciers were melting."
- Martin Sheen

Belakangan ini muncul beberapa partai politik baru, di antaranya Partai Solidaritas Indonesia, Partai Persatuan Indonesia, Partai Damai dan Aman, serta Partai Priboemi. Mengapa hasrat mendirikan parpol tetap menyala setelah satu setengah dekade Reformasi 1998? Bagaimana prospek sekaligus tantangan yang mereka hadapi?

Yang Tertinggal, Terdepan, dan Terluar

Imam Cahyono

Apakah desa kami masih menjadi bagian dari NKRI?” tanya seorang pemuda Pulau Wetar, Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya. Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, rezim pemerintah silih berganti dengan segudang janji, tetapi kawasan itu tetap tertinggal dari derap pembangunan.
Sebagai gugus pulau di garis depan Nusantara, ia jadi teras NKRI. Namun, kondisinya kontras dengan tetangga, Timor Leste. Panorama alamnya indah nan eksotis, tetapi nasibnya tragis. Akses transportasi bisa dihitung dengan jari. Fasilitas dan layanan publik minim. Listrik terbatas. Sinyal seluler hanya menjangkau ibu kota kecamatan.
Lain lagi kisah warga Tiong Ohang, Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Bersama sejumlah desa lain yang terpencil dan terisolasi di tapal batas Serawak, mereka pernah mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia.

Khitah Islam Nusantara

Khitah Islam Nusantara

Akhir-akhir ini Islam Nusantara jadi wacana publik. Tak hanya di kalangan warga Nahdlatul Ulama (nahdliyin), tetapi seluruh masyarakat Indonesia ikut memperbincangkannya. 

Seolah-olah ada anggapan bahwa Islam Nusantara adalah hal baru. Hal ini wajar karena Nahdlatul Ulama (NU) adalah ormas terbesar bangsa ini. Jika terjadi perubahan di dalam organisasi ini, pengaruhnya segera dirasakan oleh seluruh negeri. Karena itu, bentuk apresiasi publik seperti ini sangatlah positif, baik bagi NU maupun bagi negeri ini.

Sebagai tema Muktamar NU 2015 di Jombang yang digelar beberapa waktu lalu, Islam Nusantara memang baru dideklarasikan. Namun, sebagai pemikiran, gerakan, dan tindakan, Islam Nusantara bukanlah hal baru bagi kita. Islam Nusantara adalah Islam Ahlussunnah Waljamaah al-Nadliyyah. Mengapa di sini perlu penyifatan al-Nahdliyyah? Jawabnya adalah karena banyak kalangan lain di luar NU yang juga mengklaim sebagai pengikut Ahlussunnah Waljamaah (disingkat Aswaja), tetapi memiliki cara pikir, gerakan, dan amalan yang berbeda dengan NU.

Friday, August 21, 2015

Daerah Maju, Negara Maju

Irfan Ridwan Maksum
Wacana otonomi daerah kembali menghangat karena persiapan pilkada serentak yang betul-betul menentukan kemajuan bangsa Indonesia.
Keberhasilan pilkada adalah pintu masuk dimulainya langkah besar memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Sementara otonomi daerah sejatinya terletak pada kemampuan self-governance yang terwujud dari elemen-elemen lokal yang terlibat dalam pemerintahan daerah.
Namun, buruknya self-governance dalam pemerintahan daerah di Indonesia telah tercatat, kepala daerah dan anggota DPRD yang menjadi pesakitan di muka hukum marak, hubungan kedua lembaga kurang harmonis, produk regulasi lokal lemah, dan akhirnya pelayanan publik lokal hingga kini belum berkualitas.
Desentralisasi sebagai instrumen membawa adanya pemerintahan daerah dalam sebuah negara bangsa. Desentralisasi tersebut menciptakan local self-governance. Local self-governance tersebut yang dikenal sebagai otonomi daerah. Self-governance dalam pemerintahan daerah harus memenuhi prinsip good governance.

Menjadikan Parpol Milik Publik


Selain reformasi birokrasi, reformasi partai politik adalah agenda reformasi yang masih tertinggal jauh. Karena posisinya yang sentral dalam sistem  politik, kelambanan dan ketertinggalan reformasi partai politik menimbulkan banyak persoalan dalam subsistem politik yang lain.
Persoalan dalam kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi, misalnya, banyak terkait dengan reformasi sistem kepartaian. Desentralisasi menghendaki pemberdayaan dan inisiatif dari daerah, tetapi berbenturan dengan kenyataan bahwa partai politik masih sangat sentralistis, dikuasai hanya sekelompok elite di Jakarta saja. Munculnya pemimpin daerah, yang nominasinya harus berasal dari partai politik, hanya dimungkinkan jika dia mendapat "restu" dari pusat. Dalam pemilu legislatif, hal yang sama terjadi. Hanya orang yang memiliki kedekatan dengan elite pemimpin partai di pusat yang mendapat kesempatan dicalonkan partai.

Thursday, August 13, 2015

Hukum Menghina Presiden

Moh Mahfud MD

Banyak yang kaget ketika diberitakan pemerintah memasukkan kembali pasal-pasal penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru.

Berita itu muncul setelah pada 6 Juli 2015 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyampaikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) baru, yang di dalamnya memuat dua pasal tentang ancaman pidana serius bagi setiap orang yang menghina Presiden atau Wakil Presiden. 

Koalisi Parpol di Pilkada Serentak


Ridho Imawan Hanafi
Kompas Cetak | 14 Agustus 2015 
Proses pendaftaran calon kepala daerah dalam pilkada serentak yang digelar pada Desember 2015 diwarnai dengan koalisi cair antarparpol pengusung di daerah.
Parpol berkoalisi secara acak tanpa harus tersekat pemetaan antara parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Acaknya koalisi memperlihatkan pengusungan calon kepala daerah tidak mempersoalkan visi, platform, ideologi parpol, atau kandidat. Akan tetapi lebih bertemu pada sudut kepentingan jangka pendek, yaitu memenangkan kandidat tertentu dan memperoleh kekuasaan.

Monday, August 10, 2015

Antara Pembantu dan Penentu (I-V)

Catatan Jelang Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar)
Antara Pembantu dan Penentu (I)
Selasa, 16 Juni 2015, 06:00 WIB

Republika/Daan
Professor Ahmad Syafii Maarif
Professor Ahmad Syafii Maarif
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Bila tidak ada aral melintang, Muhammadiyah akan menyelenggarakan muktamarnya yang ke-47 di Makassar pada 3-7 Agustus 2015. Berbagai persiapan telah dilakukan sehingga diharapkan muktamar akan berjalan lancar dan produktif, sekalipun bendahara panitia Ir H Dasron Hamid MSc telah wafat pada 24 April 2015 di RS PKU Gamping, Yogyakarta.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, semoga sahabat kita ini mendapatkan husnu al-khatimah di akhir hayatnya, amin. Kematian Dasron memang sebuah kehilangan besar bagi Muhammadiyah, tetapi agama mengajarkan agar orang tidak boleh larut dalam suasana duka, betapa pun berat dirasakan.

Gagasan Kebangsaan NU


Koran SINDO
Jum'at, 31 Juli 2015 − 08:14 WIB

Anna Luthfie
Alumni Pondok Pesantren Al-Amin Gaprang Blitar


Nahdlatul Ulama (NU) dan gagasan tentang kebangsaan bagaikan dua keping mata uang yang tidak terpisahkan.

Bagaimana tidak, NU lahir sebagai upaya merajut kepentingan umat yang tetap tidak terpisahkan dari kepentingan kebangsaan. Dari mulai era prakemerdekaan sampai era digital saat ini komitmen kebangsaan tetap melekat dalam organisasi kemasyarakatan terbesar tersebut. Sumbangsih NU dalam merajut nilai-nilai kebangsaan tentu telah tercatat dengan apik dan rapi di dalam sejarah negeri ini, meskipun kemudian di sejarah perjalanan Orde Baru NU seakan menjadi anak tiri yang terasingkan dalam proses sosial politik.

Mengharap Terobosan (Baru) NU dan Muhammadiyah


Koran SINDO
Sabtu, 1 Agustus 2015 − 09:38 WIB

DRS H TAUFIQ R ABDULLAH
Anggota FPKB DPR RI,
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Periode 1999–2010


Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, menggelar perhelatan tahunan pada waktu yang hampir bersamaan.

Muktamar Ke-33 NU digelar pada 1- 5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur. Adapun Muktamar ke-47 Muhammadiyah digelar pada 3-6 Agustus 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan. Inilah peristiwa penting dalam sejarah gerakan masyarakat sipil di Indonesia. Publik Indonesia dan dunia tentu menunggu keputusan dan terobosan yang akan diambil kedua organisasi terbesar tersebut.

Trisula Abad Kedua


Koran SINDO
Selasa, 4 Agustus 2015 − 08:30 WIB
Trisula Abad Kedua
BENNI SETIAWAN 

Abad kedua penuh tantangan. Tantangan itu masih terkait dengan etos pembaruan yang telah lama menjadi ciri Persyarikatan yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan pada 1912 ini.

Pembaruan Muhammadiyah abad pertama melalui pembangunan basis kesadaran dan kecerdasan melalui sekolah, penyantunan yang lemah melalui Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) dan Roemah Miskin, telah menjadi milik bangsa. Bangsa dan gerakan lain telah meniru langkah pembaruan Muhammadiyah itu melalui pembangun sekolah dengan berbagai model, lembaga penyantunan yatim piatu, dan gerakan-gerakan pendampingan terhadap kaum mustadh’afin (miskin).

Harapan terhadap Muhammadiyah


Koran SINDO
Senin, 3 Agustus 2015 − 10:29 WIB
Harapan terhadap Muhammadiyah
Abd Rohim Ghazali
Direktur Eksekutif Yayasan Paramadina, Wakil Ketua Fokal IMM


Sejumlah harapan mengemuka menyambut Muktamar Ke-4 Muhammadiyah, 3-7 Agustus di Makassar, Sulawesi Selatan. Publik memberikan sambutan yang cukup antusias.

Selama kurang lebih sebulan sebelum muktamar, setiap hari ada berita atau isu yang muncul terkait Muktamar Muhammadiyah. Berbagai pemikiran dan gagasan (baik yang benar-benar baru maupun lama, tapi diperbarui) untuk memajukan Muhammadiyah bermunculan dari kalangan akademisi dan cendekiawan, baik dari mereka yang merasa dirinya punya attachment dengan Muhammadiyah ataupun tidak.

Momentum Kesadaran Teknokratis Muhammadiyah


Koran SINDO
Sabtu, 1 Agustus 2015 − 09:38 WIB
Momentum Kesadaran Teknokratis Muhammadiyah
M MUCHLAS ROWI
Aktivis Muhammadiyah

Dalam belantara diskursus dan pewacanaan kebangsaan, terutama ketika mendekati pemilu atau pun ajang muktamar, Muhammadiyah kerap diperhadapkan dengan adanya dua desakan, baik berasal dari publik maupun kadernya sendiri.

Desakan agar Muhammadiyah mulai melek secara politik di satu sisi, dan di sisi lain desakan agar Muhammadiyah tetap pada khitahnya dengan berada pada jalur dakwah kultural. Dua hal ini pun terkadang makin ramai diperbincangkan, manakala kader-kader Muhammadiyah harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa kian minimnya jumlah kader persyarikatan yang masuk dalam kontestasi politik dan pemerintahan.

Wasiat Pendiri Muhammadiyah

Wasiat Pendiri Muhammadiyah
Koran SINDO
Kamis, 6 Agustus 2015 − 08:15 WIB

Muhbib Abdul Wahab 

“Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu, warga mudamudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja.

Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan profesional lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu.” (KH Ahmad Dahlan).

Wasiat visioner pendiri Muhammadiyah tersebut menginspirasi kita semua dan menarik direnungkan bersama, terutama oleh warga Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah didirikan bukan untuk satu atau dua generasi, melainkan lintas generasi dan sepanjang masa.

Internasionalisasi Pendidikan Muhammadiyah


Koran SINDO
Jum'at, 31 Juli 2015 − 08:15 WIB

Abdul Mu’ti
Sekretaris PP Muhammadiyah, Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Muhammadiyah adalah gerakan yang identik dengan pendidikan. KH Ahmad Dahlan memulai gerakan pembaharuan Islam melalui pendidikan.

Pertama, KH Ahmad Dahlan meletakkan model pendidikan agama nonformal dengan memberikan ceramah agama sebelum rapat resmi Budi Utomo. Kedua, mengajarkan Islam sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler Sekolah Guru Yogyakarta dan Sekolah Pamong Praja (OSVIA) Magelang. Selain siswa muslim, para siswa nonmuslim juga tertarik mengikuti studi Islam (Sudja, 2010). Ketiga, mendirikan Madrasah QismulArqa di teras rumahnya di Kauman, Yogyakarta.

Membangun Jembatan antara Dua Gajah

Membangun Jembatan antara Dua Gajah
Koran SINDO
Rabu, 5 Agustus 2015 − 08:05 WIB 

 
DR MOHAMMAD NASIH
Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ,
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidh al-Quran Darun Nashihah,
Ngaliyan Semarang


Di sebagian kalangan ”akar rumput” dan sesungguhnya juga elite warga Muhammadiyah dan NU, perbedaan afiliasi organisasi keagamaan Islam tersebut seringkali menyebabkan masalah yang kecil atau besar bisa mengganggu dalam konteks persatuan umat Islam.

Muhammadiyah dan NU didirikan dengan niat awal mempersatukan kekuatan untuk memperjuangkan Islam dan umat Islam secara optimal dengan desain membangun jamaah (kelompok) dalam bentuk jamjamiyyah (organisasi). Perjuangan besar dan berat tidak mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri. Perlu jamaah yang kuat yang di dalamnya terdapat banyak elemen yang bisa melakukan sinergi.

Muhammadiyah dan Pesantren


Koran SINDO
Sabtu, 8 Agustus 2015 − 10:17 WIB
  AZAKI KHOIRUDIN 

Perhelatan akbar lima tahunan Muktamar Ke- 47 Makasar sudah selesai kemarin. Pada muktamar kali ini Muhammadiyah membawa ide “Islam Berkemajuan” dan tegaskan dirinya sebagai “Gerakan Pencerahan”.

Artinya, jati diri Muhammadiyah lekat sekali antara “Islam” dan “kemajuan”. Tema ini begitu berat, sangat relevan dengan kondisi bangsa, bahkan dunia saat ini. Untuk mematangkan gagasan tersebut, Prof Din Syamsuddin mengadakan “Silatul Fikri” di Puncak Bogor, 24-26Juli2015. Kegiatandiikuti 60 intelektual Muhammadiyah dari berbagai bidang keilmuan.

Muhammadiyah Mencari Ketua Umum Baru

Minggu, 26 Juli 2015
Antara

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ridho Al-Hamdi/Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman Raya, Studi S3 Ilmu Politik di TU Dortmund University

Hampir dipastikan pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, 3-7 Agustus 2015, organisasi yang telah berusia lebih dari satu abad ini akan memilih ketua umum (ketum) baru beserta jajaran pimpinan lainnya. Din Syamsuddin yang telah memimpin selama dua periode (2005-2015) dipastikan tak bersedia dicalonkan lagi menjadi ketua umum maupun pimpinan di tingkat pusat. Dalam berbagai kesempatan, Din yang kini masih menjabat sebagai ketua umum MUI justru bangga ingin menjadi ketua Ranting Muhammadiyah.

Saturday, August 8, 2015

Muktamar, Ikhtiar Menjaga Keberlangsungan Perjuangan Civil Society

Detiknews, Rabu 29 Jul 2015, 19:20 WIB
oleh: Asmu'i Cipta 
 
Jakarta - Agustus 2015 akan menjadi bulan penting bagi dua civil society bagian dari 'pemegang saham' atas Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. 1 – 5 Agustus, NU yang pendiriannya digagas oleh Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, dan KH. Bisri Syansuri, akan menggelar Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, dan hanya berselang dua hari setelahnya Muhammadiyah memiliki hajat serupa yang dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan.

NU sebagai gerakan sistematis yang memperjuangkan keadilan, perlindungan, perbaikan kualitas hidup, dan kemakmuran (Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari, 1928), dalam sejarah keberadaannya tak perlu diragukan peran sertanya ikut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan, serta melakukan persiapan dan mengisi masa-masa pascapenjajahan, hingga saat ini dan di waktu yang akan datang tercapainya mimpi Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan.

Muhammadiyah dan Nasionalisme Ekonomi

- detikNews , Senin 27 Jul 2015, 12:05 WIB
 
Oleh: Mukhaer Pakkanna

Jakarta - Pada medio April 2015, Muhammadiyah bersama beberapa tokoh nasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan judicial review terhadap tiga Undang-Undang di bidang ekonomi, yakni UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan UU No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Sebelumnya, Muhammadiyah dengan mitranya, telah "sukses" melakukan jihad konstitusi di forum Mahkamah Konstitusi (MK), terutama berkaitan UU No. 22  Tahun 2011 tentang Migas dan UU No. 7 Tahun 2004  tentang Sumberdaya Air.

Islam Nusantara Perspektif Tradisi Pemikiran NU

 - detikNews, Rabu 29 Jul 2015, 10:28 WIB
 
Oleh: Muhammad Sulton Fatoni

Jakarta - Terma 'Islam Nusantara' menjadi perbincangan masyarakat Indonesia tidak lama setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menetapkannya sebagai tema Muktamar NU Ke-33 di Jombang pada tanggal 1—5 Agustus 2015, "Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia". Berbagai diskusi digelar, begitu juga puluhan artikel muncul di media nasional, dari tulisan mahasiswa hingga Guru Besar. Tak pernah terjadi dalam sejarah NU sebelumnya tema Muktamar bisa meledak dan jadi bahan diskusi seramai ini.

Di antara pemikiran yang muncul tentang 'Islam Nusantara' adalah mengkomparasikannya dengan istilah 'Islam: The Straight Path' yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, 'Islam: Jalan Lurus', atau Islam: Shiratal Mustaqim. Memaknai 'Islam: The Straight Path' dengan 'Islam: Jalan Lurus' memang tidak menimbulkan pergeseran pemahaman. Namun menjadi persoalan besar jika menyamakan makna 'Islam: The Straight Path' (Islam: Jalan Lurus) dengan 'Islam: Sirathal Mustaqim'.

Politik Pemilihan Pimpinan di Muhammadiyah

Oleh: Pramono U Tanthowi 

-detikNews, 4 Agustus 2015

Jakarta - Pada hari Sabtu (1/8/2015) lalu telah dilaksanakan proses pemilihan 39 nama calon anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Sidang Tanwir pra-Muktamar, yang hasilnya diumumkan pada hari berikutnya. Dari 39 nama tersebut, akan dipilih sebanyak 13 anggota PP Muhammadiyah oleh peserta Muktamar.

Bagi sebagian orang, proses pemilihan pimpinan di Muhammadiyah ini dianggap rumit. Namun bagi kalangan internal sendiri, sistem ini dianggap lebih mampu membawa nuansa silaturahmi dan musyawarah, bukan nuansa politik. Tulisan singkat ini akan menjelaskan bagaimana seluk beluk sistem pemilihan ini, apa kelebihannya, apa kekurangannya, dan bagaimana implikasi politiknya.
 

Ahlul Halli Wal Aqdi dan Benih Konflik di Tubuh NU


Rabu, 05 Agustus 2015, 00:01 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ma’mun Murod Al-Barbasy
Pemerhati NU dan Direktur Pusat Studi Islam dan Pancasila (PSIP) FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta


Muktamar NU telah dibuka oleh Presiden Joko Widodo, 1 Agustus 2015. Ada beberapa agenda muktamar yang dibahas. Di antaranya Program Satu Abad NU, perubahan Anggaran Rumah Tangga (ART), sampai pemilihan Rais Aam dan Ketua Tanfidziyah. Dua agenda terakhir ternyata yang sungguh menarik. Perhatian muktamirin seperti deras mengalir.

Dalam materi muktamar terkait perubahan ART, ada tawaran perubahan fundamental terkait pemilihan Rais Aam. Di mana Rais Aam yang sejak Muktamar Yogyakarta 1989 sampai Muktamar Makassar 2010 dipilih secara langsung akan dipilih melalui mekanisme Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA). Sementara untuk pemilihan Ketua Tanfidziyah praktis tak ada perubahan, yaitu dipilih secara langsung oleh muktamirin, setelah mendapat persetujuan dari Rais Aam terpilih.

Masa Depan Muhammadiyah


JUMAT, 7 Agustus 2015
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Amien Rais/Ketua Umum PP Muhammadiyah (1995-1998)

Persyarikatan kita dinamakan Muhammadiyah tentu dengan tujuan jelas, yakni menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah dan tarikh SAW sebagai rujukan baku perjuangan Muhammadiyah. Pada dasarnya kita memiliki dua uswah hasanah, yaitu Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS (QS al-Ahzab [33]: 21 dan al-Mumtahanah [60]: 4).

Nabi Ibrahim sebagai Bapak Monotheisme mengemban misi penegakan tauhid dan menunaikan tugas memimpin kemanusiaan (QS al-Baqarah: 124). Sebagai khalilullah, Nabi Ibrahim melakukan perlawanan terhadap Namrud yang merupakan simbol kemusyrikan dan kezaliman.

Tauhid yang ditancapkan Nabi Ibrahim pada gilirannya diikuti tiga agama samawi, yakni Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tauhid mencapai kulminasi pada agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW sebagai nabi pamungkas dan penyempurna millah Ibrahim, kita jadikan satu-satunya pemimpin yang mutlak harus kita ikuti. Komitmen kita menjadi pengikut perjuangan Rasullullah bersifat total. Bahkan, sayap perempuan Muhammadiyah dinisbatkan dengan salah satu istri tercinta Nabi, yakni ‘Aisyah dan jadilah ‘Aisyiyyah.

Menimbang Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan

Kamis, 06 Agustus 2015, 08:47 WIB


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Pratama Herry Herlambang, S.H., M.H. (Dosen Hukum Universitas Negeri Semarang)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Dalam undang-undang tersebut terdapat dua badan penyelenggara jaminan sosial, yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan. Dibentuknya undang-undang ini merupakan implementasi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka pemberlakuan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan sudah sesuai dengan amanat untuk dapat melindungi segenap tumpah darah Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Menyambut Ekonomi ASEAN, Sudah Siapkah Indonesia?



Menyambut Ekonomi ASEAN, Sudah Siapkah Indonesia? 

Masyarakat Ekonomi ASEAN
REPUBLIKA.CO.ID, 4 agustus 2015
Oleh Arista Atmadjati,SE.MM (Dosen Universitas Gadjah Mada)

Akhir akhir ini dalam liputan media di Indonesia dan sejumlah talkshow, kita kerap kali mendengar istilah Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Di dalamnya terdapat 11 negara anggota. Dalam pengertian awam, semua sepakat mengatakan MEA adalah era perdagan global bebas intranegara ASEAN yang akan diberlakukan pada Desember 2015.

Lalu apakah kita memahami sejarah perjalanan dari awal terbentuknya kesepakatan MEA ini? Rasanya, ada baiknya jika kita melihat awal kesepatan MEA dan prospek di masa mendatang.

Friday, August 7, 2015

Muhammadiyah Pasca Din Syamsuddin

Rabu 29 Jul 2015, 21:15 WIB detikNews

Kolom

Muhammadiyah Pasca Din Syamsuddin

Fajar Riza Ul Haq -
Jakarta - Segenap warga Muhammadiyah akan kembali menggelar muktamar ke-47 pada 3-7 Agustus di Makassar dengan tema "Gerakan Pencerahan untuk Indonesia Berkemajuan". Dalam 10 tahun terakhir, 2005-2015, Din Syamsuddin sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah cukup berhasil membawa organisasi ini sebagai salah satu kekuatan masyarakat sipil Islam terdepan. Tidak terkecuali peran aktifnya di kancah global dalam isu perdamaian, dialog antaragama, multikulturalisme, dan rekonsiliasi konflik.

Sebagai contoh, World Peace Forum, yang diprakarsai Muhammadiyah bersama CDCC (Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations), telah menjadi pertemuan reguler para aktor strategis gerakan perdamaian tingkat dunia. Organisasi ini juga aktif sebagai anggota International Contact Group (ICG) dalam proses perundingan perdamaian antara MILF dan pemerintah Filipina.

Perbaikan Kebijakan BBM

Perbaikan Kebijakan BBM

Hingga akhir Juli 2015, Pertamina dikatakan mengalami kerugian hingga Rp 12 triliun dalam penjualan BBM, khususnya premium dan solar.

Kerugian disebabkan Pertamina harus menalangi selisih harga keekonomian bahan bakar minyak dan harga jual BBM yang ditetapkan dan diberlakukan pemerintah. Ini yang menyebabkan harga BBM saat ini tak akan diturunkan—bahkan mungkin dinaikkan—meski harga minyak dunia saat ini turun menyentuh 47 dollar AS per barrel, yang merupakan level terendah dalam enam bulan terakhir.

Kepemimpinan Muhammadiyah

Kepemimpinan Muhammadiyah

Din Syamsuddin akan mengakhiri periode kedua kepemimpinannya di Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Ke-47 Muhammadiyah yang diselenggarakan 3-7 Agustus di Makassar. Din kali pertama terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada muktamar ke-45 di Malang tahun 2005 dengan perolehan suara terbanyak di formatur 13.

Organisasi ini tidak mengenal pemilihan ketua umum, tetapi pemilihan 13 formatur dan pimpinan puncaknya ditentukan berdasarkan musyawarah para formatur terpilih. Muktamar Ke-46 Muhammadiyah tahun 2010 di Yogyakarta menjadi saksi tokoh kelahiran Sumbawa ini terpilih untuk kedua kalinya menakhodai organisasi Muslim modernis ini.'

Pilkada Calon Tunggal

Khairul Fahmi

Sampai batas akhir perpanjangan pendaftaran pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah, sembilan dari 269 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada hanya diikuti calon tunggal. Kondisi ini memantik silang pendapat ihwal bagaimana menyikapinya. Opsi yang tersedia, menunda pilkada hingga tahun 2017 sebagaimana diatur KPU atau tetap melaksanakan pilkada dengan calon tunggal.

Dua pilihan tersebut sama-sama tak memiliki landasan hukum yang kuat. Sekalipun opsi menunda pilkada telah dimuat dalam peraturan KPU, hal itu sesungguhnya masih bermasalah secara hukum karena UU Pilkada tidak mengatur demikian. Begitu juga pilihan melaksanakan pilkada dengan calon tunggal, UU Pilkada pun tak mengaturnya. Kondisi tersebut sesungguhnya menuntut hadirnya produk hukum darurat guna mewadahi penyelesaian masalah yang ada.

Tuesday, August 4, 2015

Dari Makassar Kembali ke Makassar

Muktamar Muhammadiyah

Dari Makassar Kembali ke Makassar

Para anggota persyarikatan Muhammadiyah berkumpul di Ujung Pandang (kini Makassar), Sulawesi Selatan, pada 21-26 September 1971. Mereka berdatangan dari seluruh penjuru Tanah Air untuk mengikuti Muktamar Ke-38 Muhammadiyah.

NU-Muhammadiyah sebagai Jangkar Etika



Kompas cetak, Selasa, 4 Agustus 2015 | 15:03 WIB


Oleh: Yudi Latif
JAKARTA, KOMPAS - Muktamar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah berlangsung di tengah kemarau etika-spiritual yang melanda kehidupan bernegara. Kebebasan demokratis selama 15 tahun terakhir mempercanggih politik sebagai teknik, tetapi memundurkan politik sebagai etik. Politik dan etika terpisah seperti terpisahnya air dengan minyak. Akibatnya, kebajikan dasar kehidupan bangsa, seperti keadaban, responsibilitas, keadilan, dan integritas, runtuh.

Semua mata menunggu dengan harap-harap cemas bagaimana muktamar kedua ormas keagamaan terbesar itu berjalan. Masih adakah sumur keteladanan yang tersisa di tengah dahaga jutaan rakyat yang menanti tetes-tetes air harapan?

Muhammadiyah di Abad Kedua



Muktamar Muhammadiyah
Hajriyanto Y Thohari
Kompas Cetak | 3 Agustus 2015 

Muhammadiyah menggelar muktamar ke-47, 3-7 Agustus 2015, di Makassar. Muktamar pertama di abad yang kedua usianya ini bertema ”Gerakan Pencerahan menuju Indonesia Berkemajuan”, sebuah tema yang menggambarkan wilayah kepeduliannya yang mengatasi batas-batas golongan, suku, etnis, dan agama.

Sebagai gerakan yang telah berumur 103 tahun, bukan masanya lagi bagi Muhammadiyah memperkatakan nasionalisme, patriotisme, inklusivisme, dan pluralisme secara verbal dengan segala jargon kenes seperti yang dilakukan anak-anak baru gede. Muhammadiyah tak lagi berada pada fase diskursif, tetapi sudah lama dalam fase praksis. Ketika orang berwacana tentang toleransi, moderasi, keterbukaan, atau pluralisme, Muhammadiyah mendirikan Universitas Muhammadiyah Sorong (9.000 mahasiswa), Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan Kabupaten Sorong (3.000 mahasiswa), Universitas Muhammadiyah Kupang (4.000 mahasiswa),di mana sivitas akademikanya 55 persen-80 persenberagama Kristiani.